Sejak Kecil jadi Pemikul Batu, Hariri Kini jadi Dosen dan Wakil Dekan

  • Beranda -
  • Berita -
  • Sejak Kecil jadi Pemikul Batu, Hariri Kini jadi Dosen dan Wakil Dekan
Gambar Berita Sejak Kecil jadi Pemikul Batu, Hariri Kini jadi Dosen dan Wakil Dekan
  • 20 Feb
  • 2023

Dosen UM Surabaya Achmad Hariri (Humas)

Sejak Kecil jadi Pemikul Batu, Hariri Kini jadi Dosen dan Wakil Dekan

Tak ada yang menyangka kehidupan Achmad Hariri Dosen sekaligus Wakil Dekan Fakultas Hukum UM Surabaya bisa berubah drastis. Roda nasib berputar bagi pria asal Karduluk Sumenep Jawa Timur ini. Di balik kisah suksesnya sekarang, rupanya Hariri memiliki perjalanan hidup yang getir yang layak menjadi inspirasi banyak orang.

Rupanya saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Hariri tidak bisa bebas bermain seperti anak-anak seusianya. Hariri menjadi pemikul batu di usianya yang masih terbilang kecil. Batu tersebut ia kumpulkan dari tegalan, untuk diangkut ke tepi jalan besar secara bolak balik hingga mencapai satu pick up dan hanya diberi upah tiga puluh ribu.

Tak hanya menjadi pemikul batu, saat masih SD Hariri juga bekerja di sekolah sebagai pemegang kunci, hal itu mengharuskan ia berangkat lebih pagi dan pulang paling akhir. Berkat pekerjaan itu ia diberi upah dua puluh lima ribu setiap bulannya.

“Karena kurang fokus belajar, saya tidak naik kelas dua tahun berturut-turut, sempat down juga waktu itu,”ujar Hariri Senin (20/2/23)

Hariri menyebut, orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh tani, dan menekuni pekerjaan pengrajin tikar. Bahkan ia mengaku ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ia tidak pernah memakai sepatu.

Rupanya saat melanjutkan sekolah ke jenjang SMP Hariri sempat tidak naik kelas lagi lantaran kemampuan hafalannya di bawah rata-rata. Setelah satu tahun tidak naik kelas, uniknya ia malah masuk 3 besar di sekolah saat naik kelas 3.

“Karena waktu itu saya merasa pelajaran dan hafalan yang diajarkan hanya mengulang dari tahun sebelumnya, jadi saya lebih mudah untuk mengingat,”imbuh Hariri lagi.

Saat duduk di bangku SMP ia masih tetep bekerja yakni dengan membantu sebagai pengrajin tikar dan mebel, hal itu ia lakukan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Namun setelah lulus dari SMA, keinginannya untuk kuliyah sempat tidak didukung orang tua lantaran faktor biaya, selain itu, ia menyebut di desa yang ia tinggali belum ada anak yang melanjutkan kuliah di luar Madura, karena hal tersebut ia memutusakan merantau ke Surabaya untuk bekerja.

Ketika memutuskan merantau, Hariri yakin  bisa memperbaiki nasibnya. Dengan berbekal sepelik emas yang harganya tidak genap limaratus ribu, Hariri pergi ke Surabaya. Bahkan terbesit niat untuk menawarkan tulisannya berupa lirik lagu kepada produser. Namun kemudian Hariri memutuskan untuk bekerja sembari berkuliah.

Sempat jadi Marbot Masjid agar Bisa Makan

Hariri menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum UM Surabaya, pada semester 1 dan 2 ia mendapatkan beasiswa dari UM Surabaya berkat info dari temannya. Namun beasiswa tersebut hanya sampai semester 2, sehingga mengharuskan dirinya untuk bekerja agar bisa meneruskan kuliyahnya.

Saat tiba di Surabaya, ia tidak memiliki tempat tinggal, ia numpang tinggal kepada mahasiswa yang baru dikenalnya sampai pada kegiatan Ordik, saat ia berniat untuk bekerja, nasibnya malah terkena tipu, akibatnya uang hasil penjualan emas milik ibunya raib hilang. Karena merasa tidak enak numpang tempat tinggal akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di masjid kampus.

“Saat tinggal di masjid, saya jadi marbot. Alhamdulillah berkah tinggal di masjid sering dapat makan gratis,”kenang Hariri.

Setelah lama tinggal di masjid, ia memutuskan untuk pindah tinggal di Sekret. Untuk bertahan hidup ia sempat berjualan es degan hingga jualan kopi lesehan dengan memakai gerobak. Itupun bukan miliknya sendiri, ia ikut kakak kelasnya. Jualan kopi ia lakoni hingga satu setengah tahun.

Saat masuk semester 4 hingga lulus, kehidupannya mulai membaik lantaran kepiawainnya menulis membuat Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang ditulisnya selalu lolos dan didanai oleh pemerintah. Berkat itulah ia bisa membayar kuliah dan mengirimi keluarganya sedikit uang di desa.

Menjelang wisuda, ia manfaatkan tabungan dari hadiah menulis untuk membeli sapi, berharap sapi  beranak dan bisa membantu biaya tugas akhir dan wisuda. Setelah lulus, selain bekerja ia juga melanjutkan studi Pascasarjana dengan jurusan ilmu hukum.

Menjadi Dosen UM Surabaya dan Hasilkan Puluhan Penelitian Didanai

Kini saat menjadi Dosen di UM Surabaya, sumbangsihnya di bidang akademik tak perlu diragukan lagi. Hariri telah menerbitkan puluhan penelitian dan puluhan dana hibah dari pemerintah, Tak hanya itu, dibalik kisah suksesnya sekarang, ia tidak melupakan darimana ia berasal, beberapa penelitian yang dilakukan selalu mengangkat desa dimana ia dilahirkan.

“Beberapa kali saya mengambil penelitian usaha mebel Karduluk Sumenep Madura Jawa Timur hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dengan harapan mutu produk dapat diterima masyarakat global,”kata Hariri.

Ia berharap dari penelitian yang dilakukan akan mampu menata system administrasi dan manajemen sehingga dapat mendukung perluasan pasar dan berdampak pada ekonomi masyarakat khususnya Karduluk.

Sebagai Pakar Hukum Tata Negara, kini tulisan dan gagasan-gagasannya mudah ditemui pada jurnal hingga media masa lokal dan nasional.


Tags: kisah dosen