Foto M Sulthon Amien Direktur Utama (Owner) Parahita Diagnostic Center (Dok: UM Surabaya)
Kekurangan, lemah namun tidak pernah putus asa serta gigih mengubah hidup mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perjuangan hidup Direktur Utama Parahita M. Sulthon Amien.
Laki-laki yang saat ini usinya 65 tahun tersebut adalah alumni angkatan pertama UM Surabaya yang saat ini menjadi pemilik Parahita Diagnostic Center. Laboratorium klinik terkemuka yang berpusat di Surabaya yang cabangnya ada di semua kota besar di Indonesia dan telah memiliki 900 karyawan.
Berasal dari keluarga dengan ekonomi yang serba kekurangan, Sulthon bertekad harus mampu mengeyam pendidikan yang lebih baik. Terlahir sebagai anak terakhir dari 4 bersaudara laki-laki, Sulthon beruntung dibiayai saudara-saudaranya hingga SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) yang kala itu mempelajari tentang ilmu ekonomi.
Ketika lulus dari SMEA, Sulthon pernah mengenyam pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Pesantren yang menerapkan disiplin tinggi dan penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris). Namun di pondok tersebut, ia tidak menyelesaikan hingga lulus.
“Waktu saya di pondok pikiran saya terganggu sejak mendapatkan kabar kalau ibu sakit keras, sementara di pondok saya juga sering sakit-sakitan, akhirnya saya putuskan untuk pulang,”ujar Sulthon Rabu (14/12/22)
Dua bulan setelah pulang ibunya wafat, setelah itu, ia tinggal bersama bapaknya karena 3 saudara laki-lakinya sudah menikah. Sejak saat itu ia terbiasa melakukan pekerjaan rumah mulai dari memasak hingga mencuci.
Dengan ijazah SMEA yang dimiliki Sulthon berusaha mencari kerja dan melamar puluhan pekerjaan, namun keberuntungan belum memihaknya.
“Waktu itu penyebab tidak diterima karena tes kesehatan hasilnya tidak prima, gigi berlubang dan lain sebagainya,”terangnya sembari tertawa.
Sulthon Amien kali pertama mendapat pekerjaan di SMP Muhammadiyah di Sidoarjo. Jabatannya sebagai staf Tata Usaha (TU). Pekerjaan ia jalani dengan serius, rupiah demi rupiah ia kumpulkan sehingga ia bisa mewujudkan keinginannya untuk menempuh pendidikan tinggi. Sulthon menempuh pendidikan di IKIP Muhammadiyah Surabaya yang sekarang menjadi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
“Waktu itu saya kuliahnya sore, pagi kerja jadi TU, malamnya saya tidur di sekolah kadang beralaskan tikar, kadang juga meja,”kenang Sulthon.
Merintis Usaha dengan Menjual Motor
Setelah lulus Sarjana, ia memutuskan tinggal di Surabaya dan mengajar di SMA Muhammadiyah Kapasan dan SMA Muhammadiyah Pucang. Aktivitas itu ia lakoni hingga menikahi Enny Soetji Indriastuti.
Menurut keterangannya, ia tak memiliki background bisnis atau cita-cita menjadi pengusaha. Namun ia bersyukur menikah dengan istrinya sebagai alumnus Analis medis. Keluarga Enny juga bukan dari keluarga kaya. Keluarganya hanya punya warung kelontong sehingga Enny sejak kecil sudah dikenalkan dengan ilmu jual beli.
Pada tahun 1987 seorang temannya yang menjadi Direktur klinik datang ke rumahnya di gang sempit Ploso Bogen Tambaksari Surabaya untuk belajar mengaji setelah ia mendapat masalah dari bisnis yang ia jalankan. Setelah berbincang, Enny istri Sulthon menangkap peluang dan mengajak temannya untuk mendirikan laboratorium klinik di luar kota Surabaya.
“Waktu itu saya terkejut, karena kami sama sekali tidak memiliki modal. Setelah melalui banyak pertimbangan dengan istri saya menjual motor. Saya berangkat mengajar naik bemo,”jelasnya.
Tidak berhenti hanya menjual motor, Sulthon dan istri juga meminjam kepada saudara-saudaranya dan meminjam kepada mertua. Setelah uangnya terkumpul ia membuka laboratorium klinik di Malang.
Tak disangka bisnis yang dikelolanya mulai berkembang dan dikenal, bahkan setelah lima bulan membuka laboratorium di Malang, 5 bulan kemudian ia berhasil membuka cabang baru di Surabaya.
Menurutnya, Parahita memiliki arti saling memberi manfaat dan saling menguntungkan satu sama lain. Dengan harapan Parahita selalu memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pemakai jasanya.
3 Hal yang Menjadi Prinsip saat Berbisnis
Menurutnya, dalam menjalankan bisnis Sulthon memiliki 3 pandangan. Pertama, berdedikasi tinggi terhadap apa yang dijalankan. Dedikasi tersebut berupa komimen, kecintaan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Kedua memiliki determinasi. Artinya kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras, berkeyakinan dan pantang menyerah.
Ketiga, berpikir beda dengan orang lain. Orang-orang sukses memakai jalan cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Saat ini di tengah bisnisnya yang semakin membesar, Sulthon Amien tak pernah mengesampingkan kegiatan filantropi. Menurutnya lagi, menghitung hasil bisnis bukan seperti matematika, banyak faktor yang mempengaruhi.
“Bisnis yang sukses adalah bisnis yang menemukan keseimbangan antara tanggung jawab ekonomi, sosial dan lingkungan,”pungkas Sulthon yang juga Pendiri Yayasan Seribu Senyum.
(0) Komentar