Foto mahasiswa baru Bunayyan Latifah (pribadi)
Keistimewaan menjadi seorang penghafal Al-Quran (Hafizah) tidak semua orang bisa merasakan. Namun keistimewaan itu dirasakan Bunayya Latifah mahasiswa baru UM Surabaya Program Studi Farmasi yang mendapat banyak berkah dan kemudahan hidup berkat menghafal Al-Quran 30 juz.
Putri pasangan Marzuki (52) yang bekerja sebagai tukang bangunan dan Nur Afifah (42) sebagai pedagang sayur keliling tersebut berhasil memperoleh beasiswa pendidikan secara penuh di UM Surabaya melalui jalur beasiswa tahfidz.
Perempuan asal Tuban yang biasa dipanggil Naya tersebut menceritakan perjalanan hidupnya kepada redaktur UM Surabaya pada Jumat (16/9/22)
Menurutnya sejak SD hingga SMP ia tak memiliki cita-cita menjadi seorang hafidzah. Bahkan untuk mengaji Al-Quran saja makhorijul hurufnya berantakan semua.
“Dari kecil hingga SMP saya sekolah negeri jadi untuk pengetahuan agama saya sangat kurang. Kalau orang Jawa bilang ngaji saya waktu itu plegak plegok,”beber Naya.
Setelah lulus dari SMP, keluarganya meminta untuk melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren. Hal tersebut beberapa kali ditolaknya, lantaran bayangan pondok pesantren dalam pikirannya sangat menakutkan, banyak tekanan, dan tidak memiliki kebebasan.
Namun ibunya tetap memberikan motivasi bahwa pembelajaran di pondok tidak akan pernah ditemukan di bangku sekolah. Menurut Naya yang membuat hatinya tergerak untuk berangkat mondok adalah beberapa kali ucapan ibunya.
“Kalau kamu tidak bisa mengaji, nanti kalau bapak ibu meninggal siapa yang akan mendoakan?,”ucapnya.
Rupanya setelah satu tahun mondok di Pesantren Modern Jatirogo Naya belum menemukan kenyamanan ia harus beradaptasi dengan lingkungan selama 1 tahun. Di tahun pertama itu merupakan tahun terberat baginya karena harus jauh dari orang tua, pembelajaran sulit diterima karena penggunaan bahasa serta ekstrakulikuler hafal Al-Quran yang menjadi ekstrakulikuler wajib.
“Tahun pertama akademik saya hancur, hafalan juga pas-pasan. Waktu itu rasanya ingin menyerah dan pulang saja ke rumah. Namun kalau ingat kerja keras orang tua agar saya bisa bersekolah rasanya tak pantas mengeluh,”kenangnya.
Di kelas 2 ia mulai menata niat dan mengejar yang menurutnya tertinggal. Ada satu kalimat pamungkas yang membuat diriya bersemangat. Kalimat itu datang dari salah satu gurunya.
Menurut gurunya, seorang Hafiz menghafal Al-Quran 30 Juz bisa menyelamatkan anggota keluarga atau orang yang disayanginya dari siksaan api neraka di akhirat kelak.
Setelah tiga tahun lulus dari sekolah ia mengantongi hafalan 4 juz. Setelah kembali pulang ke rumah ia belum berkesempatan melanjutkan kuliah, namun orang tuanya juga tak mengizinkannya bekerja. akhirnya ia melanjutkan mondok di tempat yang berbeda selama 2 tahun sehingga ia mengantongi hafalan 30 juz hingga saat ini.
Prepare, Perform and Perfect (3P) Menjadi Kuncinya.
Naya kembali menceritakan, untuk mencapai sesuatu yang diinginkan ia menerapkan 3p yakni prepare, perform and perfect. Artinya ketika seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang sempurna, makai ia harus mempersiapkan dengan sebaik-baiknya dengan matang dan penuh keyakinan.
Misal untuk mempertahankan hafalan tetap terjaga dan tidak hilang ia harus menyetorkan setoran hafalan 3 kali sehari sekitar 2 halaman sampai 3 halaman.
Ia bersyukur kebiasaan itu sudah menjadi aktivitasnya setap hari dan tidak menjadi sebuah beban. Menurutnya tips mudah menghafal adalah menguatkan niat iringi dengan semangat dan tidak boleh ada paksaan dalam diri. Pikiran tetap tenang.
Ia berharap ketika sudah menjadi mahasiswa ia akan berusaha istiqomah untuk menjaga hafalannya. Ia juga berharap dipertemukan dengan guru tahfidz di Surabaya yang membantunya menyetorkan hafalan.
Terakhir ia mengucapkan syukur atas kesempatannya bisa berkuliah secara gratis melalui jalur beasiswa di UM Surabaya.
“Beasiswa ini sangat berguna bagi saya dan membuat orang tua saya bangga. Selain memberikan fasilitas untuk penghafal Al-Quran, namun juga mendidik penerimanya agar memiliki karakter pemimpin yang berlandaskan Al Quran,”pungkasnya.
(0) Komentar