Foto Ketua Umum PP Muhammadiyah saat memberikan Kajian Ramadhan di UM Surabaya (Dok: Humas)
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menggelar kajian ramadhan yang digelar di gedung At-Tauhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) dan dihadiri langsung oleh Ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir pada Minggu (3/4/22)
Dalam sambutannya Haedar Nashir mengajak seluruh warga persyarikatan Muhammadiyah pada bulan Ramadhan untuk reflektif pada subtansi gerakan Organisasi Muhammadiyah bahwa subtansi gerakan harus menjadi denyut nadi di samping membangun Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah bertumpu pada Al Qur’an dan Hadits yang ditinjau secara bayani, burhani, dan irfani. Menyinggung tema kajian tentang Teologi Insyirah, Haedar mengatakan bahwa QS. Al Insyirah ini bisa dijadikan paradigma untuk menyikapi kehidupan.
“Surat Al-Insyiroh sesungguhnya bisa kita tarik menjadi cara pandang yang merujuk pada Islam, bagaimana kita mensikapi kehidupan yang tidak selalu satu warna, tidak verbal wujudnya di permukaan, dan kadang kegagalan yang manusia hadapi justru memberi makna,”jelas Haedar.
Ia menjelaskan tentang teologi Al-Insyiroh yang disebutkan sesudah kesulitan ada kemudahan yang diulang dua kali dalam Al-Quran, artinya kemudahan yang diberikan Allah tidak menunggu setelah sulit, tapi dibarengkan.
“Dari Surat Al Insyirah ini kita belajar tentang the Islamic worldview, pandangan dunia Islam tentang keduniawian yang satu elemennya adalah bagaimana orang Islam memahami makna kesulitan dengan segala macam manifestasinya,” ucap Haedar lagi.
Ia memberikan contoh adanya fenomena pandemi Covid-19, atas banyaknya pandangan yang gagal dalam memanifestasikan tauhid ke dalam konteks pandemi. Menurutnya, banyak manusia yang menganggap pandemi Covid-19 yang menyebabkan kesulitan menyebabkan kepanikan.
“Dari situ kemudian manusia berusaha untuk menenangkan diri dengan cara simplifikasi dan memandang sesuatu dengan dangkal. Kepanikan yang membuat orang kehilangan jangkar teologisnya atau kehilangan pemikiran yang oleh Immanuel Kant disebut dengan akal murninya,” ucapnya.
Akal murni yang menurut Kant melahirkan Sapere Aude, yakni proses pencerahan diri karena akal budinya hidup. Disinlah manusia harus belajar bahwa Teologi Al Insyirah ingin kita hadirkan sebagai alat bantu yang bersifat sakral, suci, yakni Al Quran di dalam realitas kehidupan.
Di akhir paparannya ia mengajak kepada seluruh peserta yang hadir untuk memahami bagaimana teologi Al-Insyiroh kita terapkan dalam alam pikiran kita tentang dimensi ketuhanan agar membingkai diri manusia dan menjadi kekuatan Ruhani dan alam pikiran kita untuk mensikapi kehidupan yang bergerak pada nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah
(0) Komentar