Sumber : Istimewa
Temuan ratusan siswa SMP di Buleleng, Bali yang tak bisa membaca dengan lancar menjadi peringatan keras bahwa pendidikan Indonesia tidak baik-baik saja. Dari 34.062 siswa di Buleleng, sebanyak 155 siswa dinyatakan termasuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM). Sementara 208 siswa siswa termasuk dalam kategori tidak lancar membaca (TLM).
Menanggapi hal tersebut Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Achmad Hidayatullah Ph.D menyebut bahwa hal ini merupakan tantangan berat khususnya sekolah dan guru.
Kata Dayat, peristiwa covid dan pandemi yang terjadi beberapa tahun lalu merupakan salah satu faktor.
“Pada saat itu, siswa belajar dalam kondisi tidak normal, semua diganti pembelajaran online yang notabene sistemnya belum terbangun dengan baik,”ujar Dayat Selasa (22/4/25)
Akhirnya kata Dayat, kemampuan dasar seperti membaca dan menghitung yang semestinya bisa dikuasai sejak sekolah dasar tidak berkembang dengan baik.
Lebih lanjut, kata Dayat faktor lainnya tentu sistem pembelajaran di kelas yang tidak mengarus utamakan deep learning.
“Dengan tidak menikmati proses belajar mengajar, penguasaan siswa terhadap kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung tentu bisa berkurang,”imbuh Dayat lagi.
Oleh karena itu, saya pikir ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut. Pertama, melakukan pendataan atau evaluasi tentang siswa yang belum bisa membaca dan menghitung terkonsentrasi di daerah mana.
Kedua, guru perlu dukungan dari pemerintah untuk membangun sistem beliefs atau keyakinan mereka, bahwa ketertinggalan siswa seperti tidak bisa membaca dan menghitung masih bisa diperbaiki.
Dengan penguatan sistem beliefs ini guru bisa termotivasi untuk tetap mendampingi siswa agar mereka bisa membaca dan menghitung.
Ketiga, sekolah dan guru perlu menguatkan beliefs atau keyakinan siswa bahwa mereka bisa melewati permasalahan seperti masalah tidak bisa membaca dan menghitung. Pembelajaran yang menantang di kelas dengan mengutamakan proses seperti pembelajaran metacognitive bisa menjadi solusi untuk membangun sistem keyakinan siswa bahwa mereka bisa membaca dan mampu melakukan perhitungan matematika.
“Pembelajaran metacognitive membawa spirit deep learning atau pembelajaran yang mendalam,”imbuhnya.
Dayat memberi contoh dalam pembelajaran matematika dan bahasa, pada pembelajaran tersebut siswa dibimbing mengontrol level kemampuan mereka dalam membaca dan menghitung , selanjutnya siswa dibimbing untuk bisa melakukan evaluasi dan meningkatkan kemampuan mereka secara bertahap dalam membaca dan berhitung.
(0) Comments