Viral Peternak Buang Susu Sapi Segar, Pakar Ekonomi UM Surabaya: Kelemahan Sistemik

  • Home -
  • Article -
  • Viral Peternak Buang Susu Sapi Segar, Pakar Ekonomi UM Surabaya: Kelemahan Sistemik
Gambar Artikel Viral Peternak Buang Susu Sapi Segar, Pakar Ekonomi UM Surabaya: Kelemahan Sistemik
  • 12 Nov
  • 2024

Foto Jarmaji (DetikJateng)

Viral Peternak Buang Susu Sapi Segar, Pakar Ekonomi UM Surabaya: Kelemahan Sistemik

Dunia peternakan sapi perah di Boyolali dan Pasuruan bergejolak. Para peternak dan pengepul mengeluhkan produksi susunya tidak dapat terserap seluruhnya ke Industri Pengolahan Susu (IPS). 
Para peternak melakukan protes dengan cara membuang susu hasil panen. Aksi tersebut dilakukan mengingat adanya pembatasan kuota pengiriman ke industri, yang biasanya mencapai 100-200 ton menjadi hanya 40 ton. Mereka menduga bahwa pengurangan kuota permintaan supplai dari susu sapi lokal disebabkan karena gempuran susu impor. 


Arin Setyowati Pakar Ekonomi UM Surabaya menilai, kondisi tersebut mencerminkan berbagai persoalan mendasar terkait rantai pasok sektor agribisnis Indonesia.

 
“Hal ini tidak hanya menyangkut kerugian finansial bagi peternak, tetapi juga menunjukkan kelemahan sistemik yang membutuhkan perhatian dalam aspek manajemen rantai pasok, inovasi pengolahan, dan diversifikasi pasar,”ujar Arin Selasa (12/11/24)


Menurut Arin, beberapa faktor yang melatar belakangi persoalan tersebut, diantaranya: Adanya ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tunggal, seperti pabrik besar tertentu saja yang menyebabkan posisi peternak dan pengepul berada pada risiko tinggi. 


Karena ketika satu pabrik menolak susu, maka tidak banyak alternatif bagi peternak untuk memasarkan produknya. Selain itu, dalam pengolahan susu segar membutuhkan fasilitas penyimpanan maupun pemrosesan yang memadai agar tetap layak konsumsi dalam jangka waktu yang lama. 


Lebih lanjut lagi, kata Arin, peternak di Indonesia masuk kategori kecil dan menghadapi keterbatasan modal, sehingga mereka tentu kesulitan memiliki akses ke teknologi pengolahan dan penyimpanan yang memadai. 


“Sehingga, diperlukan dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan dalam peningkatan rantai pasok susu, kebijakan bantuan subsidi untuk membangun infrastruktur rantai dingin atau teknologi pengolahan skala kecil guna menyimpan hingga mengolah susu menjadi produk yang memiliki masa simpan lebih lama, seperti yogurt atau keju,”katanya lagi. 


Ia mengatakan, solusi jangka panjang yang bisa dilakukan diantaranya; mendorong peternak dan pengepul susu untuk melakukan diversifikasi produk susu dengan memanfaatkan teknologi pengolahan skala kecil. Selain memberikan nilai tambah juga mengembangkan kemitraan dengan industri yang lebih luas. 


Selanjutnya, perlunya menguatkan sistem koperasi dan akses pasar yang lebih luas baik lokal maupun regional, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan ketahanan ekonomi peternak. 
Ditambah dengan adanya dukungan investasi pemerintah maupun swasta dalam melengkapi infrastruktur rantai dingin (Cold Chain) guna menyimpan susu dalam jangka waktu lebih lama, sehingga peternak tidak harus terburu-buru menjual produknya dalam waktu singkat. 


“Hal penting lainnya, perlu diimbangi dengan gerakan edukasi konsumen oleh seluruh elemen masyarakat mengenai pentingnya membeli produk susu lokal supaya dapat meningkatkan permintaan. Pemerintah bersama organisasi non-pemerintah (LSM) dapat berperan dalam kampanye kesadaran ini untuk mendukung keberlanjutan usaha peternak lokal,”pungkas Arin.