Prabowo Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM di Bank, Ini Kata Pakar Ekonomi UMSurabaya

  • Home -
  • Article -
  • Prabowo Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM di Bank, Ini Kata Pakar Ekonomi UMSurabaya
Gambar Artikel Prabowo  Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM di Bank, Ini Kata Pakar Ekonomi UMSurabaya
  • 31 Oct
  • 2024

ANTARA FOTO

Prabowo Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM di Bank, Ini Kata Pakar Ekonomi UMSurabaya

Pemerintahan Prabowo Subianto menerbitkan kebijakan pemutihan utang untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), petani, serta nelayan. Hal tersebut mendapat perhatian karena mencerminkan kebijakan populis yang menargetkan sektor akar rumput di tengah pelemahan ekonomi. 


Arin Setyowati Pakar Ekonomi UMSurabaya mengatakan, meski gagasan tersebut bisa dipandang sebagai langkah untuk membantu sektor produktif dari perspektif ekonomi, terdapat implikasi kompleks yang perlu diperhatikan. 


Menurut Arin, data BPS menunjukkan jumlah rumah tangga petani di Indonesia berjumlah 27.368.975 rumah tangga, jumlah nelayan sekitar 2.773.538 orang dan jumlah UMKM di Indonesia tahun 2023 mencapai sekitar 66 juta. 


“Kebijakan tersebut memberikan dampak positif dalam pemulihan sektor akar rumput melalui pengurangan beban keuangan dan mendorong aktivitas ekonomi, mengingat bahwa dengan terbebasnya mereka dari kewajiban membayar cicilan, mereka bisa meningkatkan produktifitas akibat lemahnya kondisi ekonomi,”ujar Arin Kamis (31/10/24)


Selanjutnya, adanya peningkatan konsumsi dan permintaan domestik karena kebijakan tersebut berkontribusi besar pada PDB dan penyerapan tenaga kerja karena meningkatnya konsumsi rumah tangga dan permintaan domestik. 


“Hal terpenting lagi adalah kebijakan ini mengurangi risiko gagal bayar (risiko kredit macet/NPL), mengingat bahwa petani, nelayan dan umkm rentan mengalani kesulitan dalam membayar utang, sehingga kebijakan penghapusan tersebut akan mencegah non-performing loans (NPL) yang membebani perbankan,”imbuhnya lagi. 


Namun menurut Arin, perlu dipertimbangkan lagi terkait potensi risiko ekonomi yang harus disikapi, yakni potensi terjadinya moral hazard berupa ketergantungan pada bantuan pemerintah, memberikan tekanan terhadap perbankan dan stabilitas keuangan hingga beban fiskal pemerintah, dan risiko akses kredit pada masa yang akan datang pada 3 kelompok tersebut hingga potensi kenaikan suku bunga kredit guna menutupi risiko yang lebih tinggi yang harus dicover oleh perbankan. 


Mengingat risiko-risiko ekonomi dari kebijakan tersebut, sehingga pemerintah sebaiknya menyeimbangkan antara dukungan langsung kepada sector pertanian, kemaritiman dan UMKM dan menjaga stabilitas keuangan jangka panjang.


“Maka ada beberapa alternatif prioritas kebijakan yang lebih sistematis dan berkelanjutan yang bisa dilakukan,”tegasnya.


Pertama, restrukturisasi utang, dalam perbankan ada salah satu tahapan dalam manajemen risiko berupa restrukturisasi utang. Yakni melakukan formulasi ulang atas akad kredit yang sudah dilakukan antara pihak bank dengan nasabah melalui tawaran perpanjangan tenor, penurunan bunga guna mengurangi beban nasabah yang berpotensi risiko gagal bayar namun tanpa harus menghapus utang sepenuhnya. 


Kedua, pemberian subsidi dan asuransi kredit. Kebijakan ini berupa pemberian subsidi bunga atau mendirikan skema asuransi kredit khusus untuk sektor pertanian, kemaritiman dan UMKM guna mengurangi risiko kredit dengan tanpa menekan sektor perbankan.


Ketiga, peningkatan akses pembiayaan alternatif berupa pembiayaan mikro dan fintech untuk mendukung modal kerja bagi sektor pertanian, kemaritiman dan UMKM melalui kebijakan insentif untuk lembaga keuangan non-bank.


“Terakhir dengan pemberdayaan dan penguatan ekosistem UMKM, melalui pelatihan, pendampingan usaha, dan peningkatan akses pasar, sehingga produktivitas sektor-sektor tersebut dapat meningkat tanpa perlu mengandalkan bantuan langsung berupa penghapusan utang,”pungkas Arin.