Istimewa
Perang sarung menjadi kebiasaan baru anak-anak saat bulan Ramadan beberapa tahun terakhir. Tetapi lantaran kerap memicu bentrokan, maka perang sarung akhirnya menimbulkan keresahan di masyarakat dan menjadi incaran polisi.
Radius Setiyawan Pengajar Mata Kuliah Cultural Studies Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) mengatakan, fenomena merayakan Ramadan dengan gembira adalah fenomena yang baik, apalagi hal tersebut dilakukan di pagi hari setelah subuh. Tetapi hal tersebut akan jadi masalah serius ketika mengarah pada perilaku destruktif dan mengganggu masyarakat, apalagi mengarah pada kriminalitas.
Menurut Radius, dalam perspektif sosiologi, fenomena ini berkaitan erat dengan penyediaan ruang publik yang memadai bagi anak muda sebagai arena untuk mengekspresikan diri. Generasi muda, khususnya Gen-Z, memiliki energi yang sangat besar, dan mereka cenderung mencari cara untuk menyalurkannya.
“Tanpa adanya ruang yang tepat untuk berkreasi atau beraktivitas, mereka mungkin terjerumus pada kegiatan yang berisiko dan merugikan, seperti perang sarung dan mercon,”ujar Radius Selasa (11/3/25)
Penting untuk dicatat, menurut Radius bahwa penghakiman terhadap perilaku anak muda yang dianggap menyimpang bukanlah solusi yang efektif. Sebaliknya, negara perlu hadir untuk memberikan perhatian lebih terhadap penyediaan ruang publik yang lebih sehat, aman, dan produktif bagi generasi muda.
“Pemerintah daerah, bersama dengan institusi pendidikan dan agama, harus berpikir kreatif dalam menciptakan ruang-ruang yang tidak hanya mengakomodasi kegiatan positif tetapi juga mengedukasi dan memberikan nilai-nilai sosial yang bermanfaat,”tegas Radius lagi.
Lebih lanjut, kata Radius bahwa pelaku perang sarung dan mercon umumnya berasal dari kalangan Gen-Z, yang terkenal dengan semangat dan energi tinggi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memikirkan bagaimana energi berlebih mereka ini dapat diarahkan ke hal-hal yang lebih berguna dan positif.
“Ruang-ruang yang dibangun secara partisipatif dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan akan membuat mereka merasa lebih dihargai dan bersemangat untuk berpartisipasi,”katanya.
Ke depan, pemerintah dan masyarakat luas perlu mendorong terciptanya ruang-ruang kreatif yang dapat membuat generasi muda merasa gembira dan antusias.
“Misalnya, fasilitas olahraga, seni, atau kegiatan sosial yang melibatkan komunitas. Dengan demikian, mereka dapat menyalurkan energi mereka secara lebih konstruktif, dan terhindar dari kebiasaan yang justru merugikan diri sendiri dan orang lain,”imbuhnya.
Terakhir, menciptakan ruang publik yang sehat bagi anak muda bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
“Kita semua memiliki peran dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung perkembangan generasi masa depan yang lebih baik,”pungkasnya.
(0) Comments