Waspada Daging Gelonggongan Jelang Lebaran, Dosen UM Surabaya; Begini Cara Membedakannya.

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Waspada Daging Gelonggongan Jelang Lebaran, Dosen UM Surabaya; Begini Cara Membedakannya.
Gambar Artikel Waspada Daging Gelonggongan Jelang Lebaran, Dosen UM Surabaya; Begini Cara Membedakannya.
  • 29 Apr
  • 2022

ilustrasi/copyright pixabay.com/Free Photos

Waspada Daging Gelonggongan Jelang Lebaran, Dosen UM Surabaya; Begini Cara Membedakannya.

Daging sapi menjadi salah satu komoditas unggulan saat Ramadan ataupun menjelang hari raya Idul Fitri. Lonjakan permintaan kadang membuat harga daging sapi kerap melambung tinggi. Namun saat membeli masyarakat harus jeli dan teliti bahwa daging tersebut gelonggongan atau tidak.

Ruspeni Daesusi Dosen Biologi UM Surabaya menjelaskan daging sapi merupakan salah satu sumber pangan bergizi tinggi. Daging sapi segar mengandung 19% protein, 70% air, 3,5% lemak, dan 2,5% mineral. Dalam keterangan tertulis Susi memberikan tips agar masyarakat bisa membedakan daging sapi segar atau gelonggongan.

Menurut Susi daging sapi berkualitas memiliki kriteria berdasarkan warna, tekstur, dan aroma.

“Daging berkualitas berwarna merah cerah, beraroma khas tidak masam atau tidak busuk, karkas atau teksturnya kenyal, kesat padat, tidak berlendir, tidak kaku dan lengket dan bila ditekan maka akan kembali ke bentuk semula,”tutur Susi Jumat (29/4/22)

Sementara daging sapi glonggongan bisa ditemukan di pasaran akibat perbuatan keji terhadap hewan sapi sebelum disembelih. Susi menjelaskan, praktik pengglonggongan adalah memasukkan air dengan arus cukup tinggi melalui mulut sapi secara paksa menggunakan selang. Hal ini bertujuan agar bobot sapi meningkat. Ada 2 waktu penggolonggan yang dilakukan oleh oknum, yakni sebelum sapi diperjualbelikan atau pada saat sebelum dilakukan penyembelihan.

“Hal ini tentu saja menyebabkan daging sapi memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air pada daging sapi normal berkisar 60% akan meningkat menjadi sekitar 80%. Kandungan air yang tinggi menyebabkan pigmen oksimioglobin yang menghasilkan warna merah segar menjadi terhidrolisis sehingga daging menjadi pucat atau kusam,”imbuh Susi lagi.

Daging gelonggongan tekstur daging menjadi lembek, tidak kesat atau padat, dan berair. Kerusakan tekstur ini menyebabkan daging gelonggong tidak bisa diolah menjadi hasil pengolahan yang bagus, misalnya dijadikan bakso, nuget, abon, atau bentuk olahan daging lainnya. Demikian apabila dipotong, maka daging gelonggong tidak menghasilkan bentuk potongan yang padat.

Kandungan air yang tinggi pada sel-sel daging ini menyebabkan daging sapi gelonggongan disukai  oleh bakteri Salmonella typhosa, Clostridium dan bakteri lainnya yang berbahaya bagi manusia.  Oleh sebab itu daging tidak bisa bertahan dalam suhu ruang apabila lebih dari 6 jam. Daging menjadi beraroma tidak sedap (masam), warna menghitam, dan membusuk oleh kehadiran bakteri. Sedangkan daging sapi normal, masih bisa bertahan selama waktu tersebut.

“Selain itu apabila direbus atau dipanaskan, air berlebihan yang tersimpan dalam daging akan keluar dari selnya, sehingga daging mengalami penyusutan.   Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa pada daging gelonggong terjadi denaturasi protein,”jelasnya.

Maka untuk mengantisipasi hal ini, kita harus teliti memilih daging sapi. Sebaiknya memilih daging sapi yang digantung. Daging sapi yang digantung memudahkan kita untuk melihat kecerahan warnanya dan kesegaran teksturnya.

“Pilih yang warnanya cerah tidak kusam, apalagi menghitam. Pilih yang kenyal yaitu jika dipijat maka akan kembali bentuknya,”imbuhnya.

Susi menambahkan hal yang perlu diperhatikan, sapi gelonggong akan meneteskan air jika digantung, oleh sebab itu waspadai terhadap daging yang dibiarkan di atas meja jualan. Tidak semua daging yang diletakkan di meja berasal dari gelonggong, tapi sebaiknya memilih daging yang digantung saja. Jangan lupa daging sapi normal tidak tercium bau masam.  Maka perlu juga untuk memperhatikan aromanya.