Ilustrasi gambar anak SD (Dok: Kaldaranews)
Beberapa hari lalu masyarakat dihebohkan oleh penyampaian materi tentang Kaum Sodom Nabi Luth oleh Ribut Santoso Guru SD yang viral di media sosial. Hal tersebut menarik perhatian Holy Ichda Wahyuni pemerhati anak sekaligus Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UM Surabaya.
Holy menjelaskan hal penting yang perlu diperhatikan bagi pendidik yang sedang berupaya untuk menginternalisasi pendidikan seksualitas, yakni penting untuk mempertimbangkan konsep perkembangan peserta didik. Menjelaskan kepada anak SD tentu saja sangat berbeda dengan menjelaskan kepada anak SMA.
“Anak SD secara perkembangan kognitif masuk pada fase operasional konkrit, yakni aktivitas mentalnya difokuskan pada objek-objek dan peristiwa nyata konkrit dan kontekstual,”jelas Holy Senin (28/3/22)
Sementara pada aspek perkembangan moralnya, anak usia SD usia (7-9 tahun) memiliki fase perkembangan moral konvensional, dimana anak mengikuti aturan moral yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternalnya, contohnya kesepakatan keluarga, sehingga peranan orang tua dan guru menjadi penting untuk penanaman pendidikan seksualitas.
“Maka, anggapan tabu, tidak menjadi alasan untuk tidak sama sekali mengajarkan kepada anak penanaman pendidikan seksualitas. Apalagi jika seorang pendidik mengajarkan materi tersebut pada kapasitas sesuai disiplin ilmunya,”ucapnya lagi.
Holy mencontohkan guru biologi akan menanamkan pendidikan seksualitas melalui pemahaman biologis, anatomi dan fisiologi tubuh dan perubahannya pada fase pertumbuhan perkembangan, serta pemahaman tentang fungsi alat kelamin atau organ reproduksi lainnya.
Guru ilmu sosial akan berbicara tentang bagaimana interaksi sosial sesama manusia, mana yang dianggap sebagai ruang privasi dan tidak, serta pelanggaran atas tindakan asusila, dan lain sebagainya.
“Sementara kasus yang viral di media sosial tersebut mengajarkan sejarah Nabi Luth, sebagai kapasitasnya sebagai guru Agama Islam, yang di dalam Islam atau agama lainnya tentu punya tuntunan dan pedoman tentang perbuatan yang melanggar norma agama, salah satunya jika di Islam adalah kaum Nabi Luth tersebut dicap sebagai bentuk penyimpangan seksual,”jelas Holy.
Ia juga mengingatkan, apa yang dijelaskan oleh Ribut Santoso kepada peserta didiknya, juga bisa menjadi peringatan, bahwa bahaya yang mengintai anak-anak sebenarnya tidak hanya mengincar anak perempuan, namun juga anak lelaki. Jangan diabaikan, anak lelaki juga rentan menjadi korban kekerasan seksual oleh sesama lelaki.
Lebih lanjut lagi ia menjelaskan pendidikan seksualitas sampai saat ini masih dianggap sebagai hal yang tabu. Kurikulum pendidikan masih sebatas internalisasi pendidikan karakter dengan arti yang masih luas. Padahal, seperti yang kita tahu, saat ini kita sedang menghadapi darurat kekerasan seksual, khususnya yang menimpa anak-anak di bawah umur.
Jika menilik pada panduan pendidikan seksual yang diterbitkan WHO dan UNESCO tahun 2018, panduan tersebut mengatur mulai dari usia 5 tahun, yang menitikberatkan pada 7 topik; hubungan manusia, nilai-hak-seksualitas, pemahaman gender, kekerasan-keamanan, keterampilan-kesehatan-kesejahteraan, perkembangan tubuh manusia, dan seksualitas-perilaku seksual.
“Mengacu pada panduan tersebut, yang dilakukan Guru SD tersebut sebenarnya sah-sah saja, hanya memang karena viral berkat unggahan di media sosial akhirnya menuai pro kontra, untuk masalah ITE ini saya tidak punya kapasitas untuk membahasnya,”pungkasnya.
(0) Komentar