I-Stockphoto
Media sosial dihebohkan dengan meninggalnya salah satu santri Pondok Pesantren (Ponpes) PPTQ Al Hanifiyyah di Mojo, Kediri Jawa Timur bernama Bintang Balqis Maulana (14) yang meninggal dunia diduga akibat dianiaya seniornya.
Awal mulanya, pihak ponpes mengabarkan ke pihak keluarga bahwa Bintang meninggal karena terjatuh di kamar mandi. Namun, fakta berkata lain saat jenazah Bintang diantar ke kampung halamannya di Kampunganyar, Kendenglembu, Karangharjo, Glenmore, Banyuwangi pada Sabtu lalu.
Jenazah Bintang diantarkan dalam kondisi telah ditutup kain kafan. Kemudian, saat jenazah akan diangkat, muncul ceceran darah yang keluar dari keranda. Melihat hal tersebut, keluarga pun meminta agar kain kafan dibuka. Keluarga yang terus mendesak hingga akhirnya kain kafan dibuka. Keluarga langsung histeris melihat kondisi jenazah almarhum
Luka lebam di sekujur tubuh ditambah ada luka seperti jeratan leher. Hidungnya juga terlihat patah. Tak hanya itu, di tubuh korban juga ditemukan luka sundukan rokok pada bagian kaki serta satu luka di bagian dada.
Pakar anak UM Surabaya Holy Ichda Wahyuni mengatakan, keberadaan pesantren secara historis memiliki peranan besar bagi dunia pendidikan di tanah air. Pesantren adalah pelopor pendidikan masyarakat bahkan sejak zaman kolonial. Pada penanaman nilai religiusitas, etika dan moral, pesantren adalah majelis yang strategis untuk menjalankan peranan itu.
Namun, masyarakat terpukul dengan maraknya berita perundungan di lingkungan pesantren, bahkan kerap berujung pada jatuhnya korban hingga kematan. Apa yang seharusnya dilakukan. Dalam keterangannya Holy memberikan beberapa catatan diantaranya:
Pertama, pihak pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) atau yang berwenang, seharusnya lebih teliti dalam hal melakukan pembinaan pesantren beserta perijinannya.
“Termasuk pengaturan sistem pendidikan yang lebih ajeg, sebab baru-baru ini ketika riset di lingkungan pesantren Jawa Timur, masih terdapat keluhan pengurus yang ingin mendapatkan keajegan sistem tata laksana untuk pondok pesantren,”ujar Holy Rabu (28/2/24)
Kedua, perlunya mengubah habitus dalam ajang orientasi santri baru, dengan konsep acara yang lebih fun, tidak ada perpeloncoan yang berujung pada dominasi dan praktik kekerasan oleh relasi senioritas.
“Ketiga Pesantren penting sekali adanya ruang aduan santri, dengan pengoptimalan peranan guru konseling,”imbuh Holy.
Keempat, kecepatan dan kepekaan pihak pesantren dalam menyikapi persoalan santri.
Holy menegaskan, yang paling penting adalah peradigma dan persepsi yang harus dibangun oleh semua sivitas pesantren, bahwa tidak ada normalisasi bagi sebuah bullying berkedok gurauan.
“Bagi orang tua, sikap peka itu juga sangat penting, apapun aduan dan keluhan permasalahan anak, seyogyanya dapat direspon dengan bijak, memberikan kepercayaan pada setiap cerita anak adalah hal yang sangat penting,”pungkas Holy Dosen PGSD UM Surabaya tersebut.
(0) Komentar