Ilustrasi gambar (Twitter)
Viralnya video bagi-bagi amplop berlogo partai di masjid menimbulkan polemik di masyarakat. Melalui akun Twitter @PartaiSocmed membagikan video bergambar seseorang yang sedang memberi amplop merah PDIP lengkap dengan logo kepala banteng kepada jemaah di sebuah masjid atau tempat ibadah.
Dalam amplop yang tergambar di dalam video tersebut, terdapat foto Plt Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Jawa Timur (Jatim) Said Abdullah dan Ketua DPC PDIP Sumenep Ahmad Fauzi. Balasan warganet dalam tautan cuitan tersebut juga memperlihatkan isi amplop yang berisi Rp300 ribu, terdiri dari dua lembar uang Rp100 ribu dan dua lembar uang Rp50 ribu.
Menyikapi hal tersebut Pakar Hukum UM Surabaya Satria Unggul Wicaksana memberikan tanggapan.
Pertama, Satria menyebut politik uang merupakan cikal bakal dari proses regenerasi politik yang korup. Menurutnya, transaksional politik uang akan memenangkan kelompok oligarki yang banyak mendapat keuntungan dari proses suksesi politik yang dilakukan.
“Melalui akses modal politik “gelap”, maka menghasilkan proses politik yang predatoris yang kemudian berdampak terlanggarnya hak-hak dasar warga negara, memperkuat praktik korupsi baik yang dilakukan secara terang-terangan seperti korupsi pengadaan barang dan jasa, hingga korupsi legislasi,”ujar Satria yang juga Direktur Pusad Studi Anti Korupsi UM Surabaya.
Kedua Satria menyebut, permisifnya masyarakat terhadap politik uang akan menjadikan peluang bagi transaksi antara peserta dan elektoral.
“Tentu kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya apa yang dialami masyarakat, selain karena tingkat pemahaman, juga karena missed persepsi yang disampaikan, bahwa politik uang bagian dari shodaqoh politik, bantuan sukarela, dan berbagai sebutan lainnya,”imbuhnya lagi pada Rabu (29/3/23)
Ketiga, praktik politik uang jelas bertentangan dengan prinsip dasar penyelenggaraan Pemilu yang luber dan jurdil. Apalagi, elektoral sudah dapat dikategorikan pemilih rasional, maka dari itu penggunaan politik uang harus dihindari sedemikan rupa, masyarakat dapat melakukan mitigasi terjadinya politik uang dengan berbagai instrumentasi sosial kemasyarakatan, sehingga kesadaran dan budaya anti politik uang akan tumbuh bersemai.
Keempat, budaya politik transaksional akan menjadikan jalannya demokrasi elektoral menjadi tidak sehat dan menghasilkan pemimpin yang berpotensi besar korup, menindas hak-hak dasar warga negara, dan menegasikan pembangunan yang berkelanjutan.
Terakhir Satria juga menyebut, menggunakan sarana masjid sebagai transaksi politik uang tentu sangat tidak elok, apalagi dalam suasana bulan suci Ramadan.
“Keadaban dan moralitas politik harus dijunjung tinggi sebagai dasar agar demokrasi Indonesia semakin baik, dengan menghindari berbagai praktik politik uang dan pelanggaran lainnya,”tandas Satria.
(0) Komentar