Ilustrasi gambar (Shutterstock)
Media sosial dihebohkan dengan viralnya belasan siswi di Lamongan yang dibotaki guru karena tidak memakai ciput. Hal tersebut dilakukan oleh Guru Bahasa Inggris yang sekaligus berposisi sebagai Pembina Pramuka di SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan. Tindakan ini diprotes keras oleh beberapa wali siswa, dan menuntut agar yang bersangkutan dipecat secara tidak hormat.
Ramainya kasus tersebut ditanggapi oleh Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Holy Ichda Wahyuni.
Holy menyebut mendidik dengan kekerasan bukanlah solusi dalam penanaman pendidikan karakter.
Menurutnya, Ki Hajar Dewantara menggaungkan konsep pendidikan humanis, harapannya agar pendidikan sebagaimana tujuannya yakni mencerdaskan anak bangsa, membangun keterampilan dan karakter dilakukan dengan cara yang memanusiakan manusia.
“Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang bisa diterapkan untuk mendidik karakter siswa atau anak, apalagi konteksnya anak remaja,”ujar Holy Selasa (29/8/23)
Ia menyebut, pendekatan secara kultural, personal, dan dengan penuturan yang bersahabat, tentu akan menghasilkan respon yang lebih positif pula. Sebab masa remaja adalah masa dimana seorang anak membutuhkan figur teman yang "ngemong", bukan figur yang serta merta mendikte apalagi dengan paksaan.
“Persoalan kesempurnaan dalam berhijab, seharusnya guru bisa memakai cara lain daripada dengan membotaki rambut yang tentu akan meninggalkan rasa trauma pada anak,”tegasnya lagi.
Ia mencontohkan, guru bisa mengajak siswa ke ruangan yang privat, memberikan pengertian tentang hakikat aurat. Guru juga bisa membetulkan rambut siswa agar tidak terlihat, lalu memberi pujian dan apresiasi, hal tersebut akan memberi kesan yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan semboyan kita ing garso sung tuladha ing madya mangin karso tutwuri handayani.
(0) Komentar