Shutterstock
Arin Setyowati Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) mengatakan kebijakan bantuan sosial (bansos) yang dirancang oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) untuk ibu hamil, anak-anak, dan lansia adalah langkah yang patut diapresiasi, terutama di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang penuh tantangan.
“Kebijakan ini memiliki potensi dampak jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi penerima manfaat secara langsung maupun bagi perekonomian secara umum,”ujar Arin Senin (18/11/24)
Kata Arin, saat ini, Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, termasuk inflasi yang tinggi, ketidakpastian global, dan dampak dari fluktuasi harga komoditas. Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menurun, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah yang rentan terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ia menjelaskan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2023 jumlah anak usia dini usia 0-6 tahun sekitar 30,2 juta atau 10,91%. Sementara, target penurunan AKI pada tahun 2024 adalah sebesar 183 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, jumlah lansia di Indonesia tahun 2023 mencapai 30,9 juta jiwa atau 11,1% dari total penduduk. Diperkirakan akan naik terus dua kali lipat menjadi 65,8 juta jiwa pada tahun 2045.
“Sehingga dalam situasi seperti ini, bansos bagi mereka dapat berperan sebagai jaring pengaman sosial yang penting,”imbuh Arin lagi.
Lebih lanjut, Arin menegaskan bansos dapat membantu menjaga daya beli, karena merekalah yang turut menjaga tingkat konsumsi rumah tangga di Indonesia. Mengingat konsumsi rumah tangga adalah salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurutnya, bansos memiliki fungsi makro ekonomi yang signifikan. Artinya menyediakan bantuan bagi kelompok rentan bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga cara strategis untuk menjaga permintaan dalam perekonomian, terutama di kalangan bawah yang cenderung membelanjakan hampir seluruh pendapatannya untuk kebutuhan pokok.
Dari perspektif ekonomi kesejahteraan, ibu hamil, anak-anak, dan lansia adalah kelompok yang memiliki kebutuhan spesifik dan sering kali memerlukan perhatian khusus.
Arin mencontohkan, misalnya kebutuhan gizi ibu hamil yang berhubungan langsung dengan kesehatan bayi yang dilahirkan. Anak-anak, terutama yang berada pada usia tumbuh kembang, memerlukan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif mereka.
“Begitu juga lansia, mengingat sering kali mengalami penurunan pendapatan atau kemampuan untuk bekerja, sehingga bergantung pada dukungan keluarga atau bantuan dari pemerintah,”katanya.
Arin menegaskan, dengan memberikan bansos yang ditujukan secara khusus pada kelompok tersebut, pemerintah dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga, mencegah malnutrisi, dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang rentan. Investasi dalam kesehatan ibu dan anak-anak adalah investasi jangka panjang yang dapat mengurangi beban negara di masa mendatang, baik dalam sektor kesehatan maupun produktivitas tenaga kerja.
“Sedangkan dari sisi lansia, bansos tersebut memiliki efek menurunkan beban sosial pada rumah tangga, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas keluarga secara keseluruhan,”katanya.
Namun, Arin menegaskan salah satu tantangan besar dalam program bansos di Indonesia adalah masalah efektivitas penyaluran dan pengawasan. Jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan dana maupun ketidakmerataan distribusi dapat mengakibatkan bansos tidak tepat sasaran.
“Agar program bansos berjalan optimal, diperlukan sistem pengawasan yang ketat dan teknologi yang memadai untuk memastikan bahwa dana bantuan sampai ke penerima yang tepat,”tegasnya.
Terakhir, Arin menjelaskan, mengupayakan adanya digitalisasi penyaluran bansos, misalnya melalui kartu pintar atau aplikasi khusus, bisa menjadi solusi yang efektif untuk mencegah kebocoran dana dan memastikan penerima manfaat yang sesungguhnya.
“Transparansi dalam penyaluran juga penting untuk membangun kepercayaan publik bahwa dana yang dianggarkan digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,”pungkasnya.
(0) Komentar