Ilustrasi gambar (Shutterstock)
Rencana calon pengantin untuk melafalkan Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat melangsungkan prosesi pernikahan di Kulon Progo, D.I.Yogyakarta, banyak menuai pro dan kontra. Lantas apakah hal tersebut berpengaruh terhadap keabsahan perkawinan?
Ramainya kasus tersebut ditanggapi Dosen FAI UM Surabaya Gandung Fajar Panjalu. Menurutnya untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu perlu dibedakan antara rukun nikah, syarat sah nikah, syarat administratif dan prosesi perkawinan.
Fajar menjelaskan, rukun nikah merupakan hal-hal yang perlu ada pada saat dilaksanakannya akad nikah.
“Yang masuk ke dalam rukun nikah adalah keberadaan kedua mempelai, wali nikah, saksi dan dilangsungkannya ijab qabul. Apabila tidak ada salah satunya maka pernikahan tidak dapat dilangsungkan,”kata Fajar Jumat (18/11/22)
Ia menjelaskan istilah “syarat” dalam nikah merujuk pada ketentuan yang harus ada pada para pihak serta dapat mempengaruhi keabsahan dan kehalalan pasangan yang menikah. Persyaratan tersebut melekat pada masing-masing pihak baik pada kedua mempelai, wali maupun saksi.
“Pada kedua mempelai, syarat nikah adalah beragama Islam, bukan mahram, berkehendak untuk menikah, dan tidak sedang ber-ihram,”imbuhnya lagi.
Ia menegaskan, apabila salah satunya tidak ada maka pernikahan tersebut tidak sah. Dampak dari keabsahan tersebut sangat banyak. Mulai dari kehalalan hubungan, status anak, harta bersama, kewarisan maupun aspek lainnya.
Sedangkan syarat administratif berisi kebutuhan persiapan dan pendataan agar perkawinan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Syarat administratif ini meliputi pencatatan perkawinan dan pembekalan pra-nikah. Meskipun tidak berdampak langsung dengan syarat sah nikah, namun syarat administratif harus dipenuhi sebagai sarana tercapainya tujuan pernikahan dan agar terhindar dari kemadlaratan.
Pada peristiwa yang viral soal menghafalkan Pancasila dan menyanyikan Indonesia Raya bukanlah bagian dari syarat dan rukun nikah maupun syarat administrasi perkawinan. Hal tersebut dijadikan sebagai rangkaian prosesi perkawinan, khususnya pada bulan November yang dianggap sebagai bulan patriotik karena terdapat hari pahlawan di dalamnya, yakni tanggal 10 November.
“Artinya, menghapal Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bukanlah merupakan syarat yang mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan,”tegasnya.
Masyarakat diharapkan untuk tidak menafsirkan secara berlebihan dengan anggapan adanya perubahan terhadap ketentuan syari’at Islam.
Pada masyarakat yang tidak hafal menghafal Pancasila maupun tidak mampu menyanyikan Indonesia Raya dikarenakan alasan yang dapat diterima, tentu tidak dapat ditolak keinginannya untuk menikah selama syarat dan rukunnya telah terpenuhi. Hanya saja, masyarakat yang belum hafal perlu diberikan nasehat agar semakin meningkatkan kecintaannya terhadap tanah air, salah satu wujudnya adalah dengan mampu menghafal Pancasila dan mampu menyanyikan Indonesia Raya.
“Selain itu, penyelenggara perkawinan dalam hal ini Kantor KUA hendaknya menyampaikan setiap inovasi program yang dilakukan agar tidak tercipta kegaduhan di masyarakat. Apalagi kegaduhan yang diakibatkan sentimen isu keagamaan,”pungkas Fajar.
(0) Komentar