Foto Liputan 6 (Angga Yuniar)
Pakar Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan turut memberikan komentar soal kebijakan yang disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas yang mengatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh melakukan interaksi dengan capres dan cawapres di media sosial. Hal tersebut lantaran ASN harus bersikap netral.
Bahkan, Anas menyebut bahwa pihaknya sudah menyiapkan sanksi untuk ASN yang masih nekat melanggar. Sanksi itu berupa teguran hingga ancaman pidana.
Pertama, Radius menilai kebijakan yang disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut adalah hal yang patut diapresiasi karena merupakan hal yang positif.
“Tentu kebijakan ini patut diapresiasi, pasalnya menjaga netralitas ASN itu relevan bagi negara demokrasi. ASN harus netral supaya pemilu bisa berjalan secara jujur dan adil, karena netralitas ASN adalah salah satu kunci pemilu bermartabat,”ujar Radius Rabu (15/11/23)
Ia menjelaskan, netralitas harus dilakukan oleh seluruh pegawai ASN untuk menjaga dan menangkal politisasi birokrasi yang apabila terjadi akan menjauhkan dari tujuan membangun birokrasi yang profesional sebagai penentu terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good and clean governance)
Menurutnya, hal tersebut juga sejalan dengan aturan dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014, yang berbunyi:
“Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.”
Kedua, Radius menekankan pentingnya edukasi digital bagi ASN di semua jenjang. Artinya memberikan edukasi dari dalam institusi jauh lebih penting dari sekadar larangan dan ancaman sanksi. Ia menekankan dalam dunia digital, ASN harus terus diingatkan agar selalu bijak bermedsos mengingat posisinya dalam konteks kenegaraan. Kecakapan digital dan kemampuan berkomunikasi adalah prasyarat penting era ini.
“ASN sebagai abdi negara harus dapat memberikan cerminan-cerminan positif dan inspiratif dalam dunia digital baik dalam bersikap, berperilaku, dan berkehidupan sosial di masyarakat,”imbuh Radius lagi.
Terakhir Radius mengingatkan bahwa setiap kebijakan yang dibuat pasti menimbulkan berbagai implikasi. Medium digital adalah ruang yang cair dan berbeda. Cara menyampaikan aspirasi dan ekspresi tentu juga berbeda. Dalam konteks digital ada yang disebut sebagai akun anonim, yakni akun tanpa nama, akun palsu dan akun dengan identitas orang lain.
“Di tengah kecepatan teknologi saat ini, memungkinkan setiap orang untuk tampil dan berinteraksi di dunia maya baik dengan menunjukkan identitas aslinya, atau dengan menggunakan identitas palsu, bahkan berinteraksi tanpa identitas (anonim). Dalam konteks tersebut, pengawasan yang ketat sangat mungkin melahirkan hal tersebut. Ketika ada larangan dan pembatasan ketat, sangat mungkin memunculkan banyak akun anonim.”pungkas Radius.
(0) Komentar