Twitter @Yom_N_Friends
Bakal Calon Presiden (Capres) RI Ganjar Pranowo ramai diperbincangkan, setelah dirinya muncul pada tayangan azan di salah satu stasiun TV swasta yang dimiliki oleh Petinggi Partai pengusung Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, beberapa pihak seperti Badan Pengawas pemilu (Bawaslu) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah melakukan investigasi.
Setidaknya ada beberapa analisis yang dipaparkan oleh Satria Unggul Wicaksana Prakasa, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya perihal fenomena tersebut. Dalam keterangannya ada beberapa alasan yang perlu diidentifikasi.
Pertama, semua pihak diwajibkan menahan diri dalam aktivitas kampanye, khususnya bagi Calon Presiden yang baru dideklarasi oleh partai/gabungan partai pengusung, karena secara mekanisme hukum telah diatur tentang mekanisme kampanye secara gamblang, Pasal 38 jo Pasal 40 (1) UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan nama-nama Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
Kedua, berdasarkan Pasal 213 UU Nomor 42 tahun 2008 menjelaskan tentang pidana pemilu bagi pelanggaran pada masa kampanye, dimana Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU untuk masingmasing Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), hal ini juga dijelaskan lebih lanjut pada Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum rentang waktu 75 hari terhitung dari tanggal 28 November 2023 – 10 Februari 2024, sehingga pola “kampanye terselubung” seharusnya tidak boleh dilakukan oleh siapapun.
Ketiga, model kampanye dengan menggunakan simbol keagamaan menjadi seolah lazim untuk menarik vote gater mayoritas pemilih di Indonesia yang merupakan pemilih beragama Islam. Bahaya ini telah diperingatkan oleh Vedi R.Hadiz, dengan istilah populisme Islam dan kemunduran demokrasi, sehingga pentingnya melokalisir penggunaan media, simbol, dan cara-cara yang mengarah pada penggunaan simbol keagamaan tersebut.
Keempat, mendorong penyelesaian persoalan ini oleh Bawaslu dan KPI untuk memastikan bahwa konten-konten penyiaran agar tidak digunakan kampanye sebelum waktunya, dan dimiliki oleh Ketua Partai yang berpotensi besar konflik kepentingan untuk menayangkan kampanye, tidak hanya di fenomena Ganjar Pranowo semata, namun juga pada pemilik media massa yang lainnya.
Kelima, menghimbau masyarakat untuk semakin kuat dalam literasi digital dan literasi politik sehingga dapat mengidentifikasi berbagai macam bentuk pelanggaran atas tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang terjadi kedepan agar tak terulang kembali.
(0) Komentar