Foto tangkapan layar (Bonsernews.com/Instagram)
Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) UM Surabaya Radius Setiyawan turut memberikan tanggapan soal warganet yang membanding-bandingkan kisah Fajar sadboy yang diundang ke stasiun televisi dengan Nono, siswa Sekolah Dasar (SD) asal NTT yang menjadi juara kompetisi matematika dunia.
Pada kolom komentar di berbagai media, warganet berusaha membandingkan keduanya, lantaran kecerdasan Nono yang menakjubkan tidak ada stasiun TV yang melirik. Ia dianggap kalah dengan Sosok Fajar Sadboy, remaja 15 tahun yang viral karena menceritakan pengalaman percintaannya.
Radius, dosen pengampu mata kuliah kajian media menjelaskan, keterkenalan di era sosial media identik dengan yang viral, yang dibicarakan dan yang dianggap unik. Di tengah banjir informasi, ketika ada yang berbeda dan aneh bisa dipastikan viral.
“Masalahnya adalah hal-hal yang berbeda dan unik tersebut tidak mempunyai nilai edukasi. Fenomena Dillan Cepmek dan Fajar Sadboys adalah contoh dari kondisi tersebut,”ujar Radius Rabu (25/1/23)
Ia menyebut, kegaduhan di sosial media yang terjadi hari ini dibaca oleh industri hiburan, terutama televisi sebagai peluang yang menguntungkan, rating menjadi pertimbangan penting daripada nilai-nilai edukasi.
“Apa yang muncul di televisi adalah cermin dari kondisi sebagian besar masyarakat kita. Sesuatu hal yang tentunya patut menjadi perhatian,”tegasnya lagi.
Radius menegaskan, pertimbangan industri hiburan adalah selera pasar, sehingga ketika ada peristiwa yang berpeluang tranding, hal tersebut akan di produksi dengan kemasan tertentu agar menarik bagi publik.
“Fajar ini adalah bagian dari komodifikasi media, ia dianggap sebagai komoditas yang dikelola media sehingga memiliki nilai jual bagi selera pasar,”imbuhnya.
Radius juga menyebut, fenomena membandingkan Fajar Sadboy dengan anak SD yang menjuarai kejuaraan matematika tentunya bukan sesuatu yang bijak. Kedua anak tersebut adalah aset bangsa. Biarkan mereka besar dengan cara mereka. Tidak perlu merendahkan satu sama lain. Mereka adalah anak-anak yang psikologis dan tumbuh kembangnya harus dijaga.
“Hal yang seharusnya menjadi perhatian kita adalah soal kualitas industri hiburan kita. Tidak semua yang viral layak diangkat dan diberitakan. Selain memperhatikan rating, semua pihak perlu memperhatikan kualitas konten dan dampak sosial bagi generasi yang gemar menonton tayangan tersebut,”pungkas Radius.
(0) Komentar