Istimewa
Pemerintah resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara sebagai lembaga pengelola investasi kekayaan negara (sovereign wealth fund) Republik Indonesia. Danantara diproyeksikan bakal mengelola aset negara sebesar 900 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp14 ribu triliun lebih. Sumber aset yang akan dikelola Danantara di antaranya berasal dari dividen perusahaan-perusahaan BUMN.
Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, mengingatkan, badan investasi milik negara yang dikelola tanpa hadirnya transparansi dan akuntabilitas akan membawa keburukan. Ditambah lagi, dengan adanya aturan yang melanggengkan impunitas atau kekebalan hukum yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pengelola.
“Sudah pasti bukan investasi yang kemudian datang atau dihasilkan, tetapi justru adalah keburukan dan kerugian negara,”ujar Satria.
Skandal korupsi 1MDB di Malaysia merupakan salah satu contoh nyatanya. Menurut Satria, kasus yang menyeret mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, itu adalah buah dari pengelolaan lembaga SWF yang dilakukan tanpa transparansi dan akuntabilitas. Ia merasa ada potensi Danantara terperosok dalam lubang yang sama, karena kentalnya bau politisasi di balik penunjukan pemangku jabatan badan tersebut.
“Apalagi direksi pengawasnya Presiden ke-6 dan Presiden ke-7, lalu Dewan Penasehatnya adalah menteri-menteri terkait, dan ini sangat heavy politic bukan heavy economic,” kata Satria.
Satria menilai, Danantara alih-alih menyerupai Temasek SWF pemerintah Singapura yang menjadi inspirasi utama pembentukan Danantara justru badan ini memiliki kemiripan sama dengan 1MDB.
Pertama, kentalnya politisasi dalam pembentukannya. Terlebih, terjadi celah impunitas melalui aturan dalam UU BUMN yang sudah direvisi pemerintah dan DPR, bahwa pengelolaan Danantara tidak bisa dituntut secara hukum saat terjadi kerugian.
Dalam dokumen draf revisi UU BUMN pada Pasal 3Y diatur bahwa menteri, organ, dan pegawai Danantara, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan kerugian timbul bukan karena kesalahan atau kelalaian organ. Organ yang dimaksud adalah Dewan Pengawas yakni menteri sebagai ketua merangkap anggota, perwakilan dari Kementerian Keuangan sebagai anggota, pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh presiden sebagai anggota, dan badan pelaksana yaitu Danantara.
Kombinasi impunitas, monopoli, disertai lemahnya akuntabilitas, adalah rumusan sempurna terjadinya korupsi menurut pakar antikorupsi internasional, Robert Klitgaard. Sebagaimana disampaikan oleh Satria ketika menganalisis karakteristik pembentukan Danantara.
“Dan impact-nya ini sekali lagi terhadap ekonomi yakni krisis ekonomi yang berkepanjangan kalau terjadi. Tentu ide ini menurut saya banyak buruknya, satu. Yang kedua, kalaupun mau berjalan, seharusnya ada pengawasan superbody, melibatkan KPK hingga Kejaksaan,” pungkas Satria.
(0) Komentar