Ilustrasi gambar permainan capit (indozone)
Bukan hanya di perkotaan besar, saat ini mesin capit boneka (claw machine) sudah beredar di wilayah pedesaan. Biasanya, pengelola menitipkan mesin tersebut di minimarket maupun toko yang banyak dikunjungi anak-anak.
Dalam permainan tersebut, seorang pemain membeli koin untuk dimasukkan ke mesin capit, lalu dengan menggerakkan tuas ia berkesempatan mengambil boneka yang terdapat di dalamnya. Jika diamati secara sekilas permainannya sangat sederhana.
Gandhung Fajar Panjalu Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menegaskan apabila dikaji secara mendalam, terdapat unsur judi dalam permainan capit boneka tersebut.
Menurutnya, suatu hal dapat dikatakan judi apabila memenuhi unsur (1) berbayar, (2) didasarkan pada keberuntungan semata, bukan kemampuan yang bisa diasah, dan (3) pemain yang beruntung mendapatkan hadiah, sedangkan pemain yang tidak beruntung tidak mendapatkan apa-apa atau mendapatkan sesuatu namun harganya jauh lebih kecil daripada yang telah ia bayarkan.
“Intinya, berjudi adalah membeli kesempatan yang didasarkan pada keberuntungan,”jelas Gandhung Rabu (5/10/22)
Ia menjelaskan, ketiga unsur tersebut ada dalam claw machine. Permainan capit boneka didasarkan pada keberuntungan pemainnya, sehingga teorinya tidak dapat diajarkan dengan algoritma apapun. Ditambah lagi, pemain yang tidak beruntung benar-benar tidak mendapatkan apa-apa.
Dalam sistem hukum di Indonesia, definisi Judi dapat mengambil pasal 303 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi “Yang dikatakan main judi yaitu tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja.
“Melihat adanya aspek judi dalam permainan mesin capit boneka, maka dirasa tepat jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram,”imbuhnya lagi.
Pengharaman berjudi didasarkan pada firman Allah Qs. Al-Maidah;90, Allah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, perjudian, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Ia menegaskan, diharamkannya judi memiliki hikmah yang sangat besar, di antaranya agar manusia mengikuti proses hukum alam (sunnatullah) dalam mendapatkan rezeki, misal dengan cara bekerja maupun berdagang, bukan hanya dengan mengandalkan nasib semata.
Adanya aspek ketergantungan dalam judi juga menjadi dasar diharamkannya perilaku tersebut dengan pendekatan hukum preventif (sadd al-zari’ah), dikarenakan ketika seseorang sudah berada dalam fase kecanduan, maka ia bisa melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan untuk memuaskan keinginannya.
“Pada akhirnya, pengharaman judi juga bentuk penjagaan terhadap harta (hifdh al-maal), sebagai salah satu bagian dari maksud diturunkannya Hukum Islam (Maqashid al-Syari’ah),”tutup Gandhung.
(0) Komentar