ANTARA FOTO
Holy Ichda Wahyuni Dosen dan Pemerhati Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya turut menyorot terkait isu tambang yang akhir-akhir ini menjadi santer dan menjadi perbincangan public. Holy menilai kegiatan pertambangan memang menjadi sebuah peluang bagi tumbuhnya perekonomian suatu negara. Namun di lain sisi jika material oriented tidak dibarengi dengan ecology awareness, yang ada justru menjadi sebuah bom waktu yang dapat meledak kapan saja, di masa yang akan datang. Tidak lain adalah berupa dampak kerusakan lingkungan yang timbul.
Kebijakan Presiden Jokowi, yang mengijinkan pengelolaan usaha tambang kepada Ormas sebaiknya diperdalam pengkajiannya. Selama ini keberadaan Ormas menjadi salah satu bagian penting dari check and balance pada kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Maka peranan itu seyogyanya tetap bisa dijalankan secara profesional. Salah satunya yang tidak kalah penting adalah mengawal kebijakan yang berimbas pada lingkungan hidup. Sebab, kebijakan terhadap hak asasi lingkungan hidup sejauh ini masih belum optimal dalam pelaksanaannya,”ujar Holy Selasa (11/6/24)
Menurut Holy, sudah saatnya kebijakan-kebijakan yang berkaitan erat dengan kegiatan pertambangan, deforestasi alih fungsi lahan, dan kegaitan serupa di negara ini dialihkan dari antroposentris menjadi ekosentris.
Kegiatan pertambangan membutuhkan kajian analisis dampak lingkungan mendalam dan kritis untuk memprediksi efek jangka panjang. Kita pasti telah banyak mengetahui bagaimana dampak yang dihasilkan dari pertambangan seperti kerusakan lahan, yang akhirnya berimbas pada punahnya flora dan fauna.
“Belum lagi efek pencemaran dari limbah yang dapat mencemari perairan di kawasan tambang. Serta yang tidak kalah berbahaya efek pencemaran udara yang bisa memicu timbulnya berbagai persoalan kesehatan,”imbuh Holy lagi.
Bersumber dari Energy Information Administration AS perlu kita ketahui bahwa beberapa limbah pertambangan batu bara yang dikategorikan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) antara lain fly ash (limbah debu) dan limbah bottom ash.
Sebenarnya, perkembangan riset di Indonesia sudah banyak berorientasi pada pencapaian SDGs. Di Indonesia banyak ilmuan dan peneliti yang mengembangkan banyak produk energi ramah lingkungan.
“Dalam hemat saya, sebaiknya pemerintah lebih banyak mengarahkan dukungan pada pencapaian riset-riset tersebut, mengawal mulai dari pelaksanaan, hingga hilirisasi temuan-temuan energi ramah lingkungan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ini menjadi langka untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan,”tegas Holy.
(0) Komentar