Ilustrasi gambar pembelian minyak goreng curah wajib sertakan KTP (Liputan6)
Baru-baru ini isu tentang pemberlakukan pembelian minyak goreng khususnya minyak goreng curah dengan berbasis KTP (Kartu Tanda Penduduk) menuai banyak kontra dari berbagai masyarakat dan kalangan. Aturan yang tertuang dalam surat edaran nomor 511/DPP/106/II/2022 tentang pelayanan penjulan minyak goreng tersebut dilakukan sebagai antisipasi pemerintah dalam meminimalisasi kelangkaan serta mencegah tindakan penimbunan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ramainya isu terkait polemik minyak goreng menarik perhatian Pakar Ekonomi UM Surabaya Arin Setyowati untuk memberikan tanggapan.
Arin menjelaskan pengetatan penyaluran minyak goreng rakyat yang harganya bersubsidi kisaran Rp 14.000 dengan batasan per KTP hanya diperbolehkan membeli 2 liter untuk mengatur keseimbangan pasokan di dalam negeri. Sehingga rancangan pengetatan tersebut diiringi dengan pengaturan pasokan pengendalian harga yang secara teknis akan diatur oleh Kementrian Perdagangan.
Ia juga menjelaskan penyaluran minyak goreng rakyat dapat ditemukan pada warung maupun ritel tradisional yang bermitra dengan aplikasi Warung Pangan (WP) yang dikembangkan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. Dengan teknis bahwa KTP yang ditunjukkan oleh pembeli dicatat nama dan nomor induk ke kependudukan (NIK), dilanjutkan dengan mengambil foto KTP pembeli untuk dimasukan ke aplikasi WP.
“Ditilik dari proses pembelian yang berbasis KTP tersebut, tentu memakan waktu dalam proses transaksi, artinya efisiensi waktu juga perlu diperhatikan. Selain itu, apakah dengan menunjukkan KTP bisa menjamin bahwa penyaluran minyak goreng rakyat akan tepat sasaran? Mengingat siapapun warga negara yang ber-KTP bisa melakukan pembelian,”terang Arin, Senin (23/5/22)
Ia juga menjelaskan terkait persoalan literasi digital dari masing-masing pemilik warung maupun ritel tradisional yang menjual minyak goreng rakyat. Artinya dalam proses transaksi miinyak goreng rakyat tidak efektif, terlebih jika di warung maupun ritel tradisional tersebut berjubel pembeli minyak goreng rakyat.
“Kalaupun ada pengetatan penyaluran minyak goreng rakyat, sebaiknya disalurkan secara terintegrasi dengan program subsidi minyak goreng rakyat sebelumnya (BLT minyak goreng rakyat). Selain itu, bisa juga penyaluran minyak goreng rakyat melalui jalur kawasan dan sangat memungkinkan disinergiskan dengan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) maupun unit usaha di masing-masing wilayah supaya bisa memberikan dampak pada pemberdayaan ekonomi pada masing-masing wilayah,”jelas Arin lagi dalam keterangan tertulis.
Ia juga menegaskan selain terjamin penyaluran, dengan keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang teruji dari pemerintahan desa maupun kelurahan bisa meminimalisir risiko rendahnya literasi digital. Mengingat belum banyak warung maupun ritel tradisional yang bermitra dengan WP aplikasi.
(0) Komentar