Ilustrasi gambar mural di kawasan Tempurojo yang digagas oleh Arin Setyowati dan tim (Dok:pribadi)
Fintech Peer to Peer (P2) Lending atau yang lebih dikenal dengan Pinjaman Online (Pinjol) merupakan rainkarnasi dari wujud rentenir tradisional yang dulunya dijalankan oleh “Bank titil” yang door to door setiap minggu sekali hingga setiap hari ke rumah-rumah warga maupun penjual di pasar.
Didorong oleh derasnya laju perkembangan teknologi informasi, para juragan rentenir memanfaatkan teknologi informasi dalam menjalankan bisnis ribanya di tengah banyaknya permintaan pasar karena gencatan ekonomi yang semakin sulit, ditambah dengan krisis selama pandemi. Sehingga menambah keriuhan penyambutan hadirnya pinjol ke masyarakat menjadi sebuah keniscayaan solusi bagi mereka. Didukung tingkat aksesibilitasnya mudah tanpa persyaratan pencairan dana pembiayaan yang cepat.
Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Arin Setyowati menjelaskan data terbaru OJK (Otoritas Jasa Keuangan) pada Januari 2022 menunjukkan bahwa ada 103 pinjol yang resmi berizin dan di bawah pengawasan OJK. Sedangkan per Februari 2022 OJK melalui Satgas Waspada Investasi menemukan dan memblokir 50 pinjol illegal baik yang menjalankan usahanya melalui website maupun aplikasi di android.
Jika ditotal sejak tahun 2018 hingga per Februari 2022, satgas telah melakukan penutupan dan pemblokiran pada 3.784 pinjol illegal supaya meminimalisir kegaduhan sosial maupun kejahatan finansial yang ditimbulkan oleh pinjol illegal. Artinya, perbandingannya sangat jauh antara jumlah pinjol legal dengan pinjol illegal yang berkeliaran di dunia cyber, sehingga dibutuhkan kehati-hatian ekstra bagi kita saat memilih menggunakan layanan fintech-P2P lending atau pinjol.
“Kalau beberapa tahun lalu pangsa pasar dari rentenir tradisional adalah emak-emak di pasar hingga ibu-ibu rumah tangga paruh baya. Maka hari ini pinjol didominasi oleh millenial yang dituntut gaya hidup tinggi hingga suami istri yang tergolong muda,”ujar Arin Sabtu (5/3/22)
Artinya mereka yang memiliki ketrampilan menggunakan teknologi secara bagus. Namun sialnya tidak sedikit yang didukung dengan pendapatan maupun kemampuan membayar yang sebanding. Hingga tidak jarang juga yang belum didasarai literasi keuangan secara mapan, sehingga berdampak pada gagal bayar.
“Sehingga penting bagi kita menjadi konsumen keuangan khususnya fintech-P2P lending atau pinjol memiliki kecakapan khusus supaya bijak dalam ber-fintech dan terhindar dari jerat pinjol khususnya pinjol illegal,”jelasnya lagi.
Arin memberikan beberapa tips, pertama yang harus dilakukan adalah mendiagnosis kesehatan dompet. Kegiatan memeriksa dan mendiagnosa kesehatan dompet merupakan salah satu rentetan dari pengelolaan keuangan supaya bisa memposisikan kondisi keuangan kita pada level sehat atau memang sudah kritis. Jika ternyata yang terdeteksi adalah kondisi kritis, maka segera lakukan pemulihan pola berkeuangannya dengan mulai mengabaikan hingga memangkas pengeluaran yang tidak ada manfaatnya (lebih meonjolkan “want” (keinginan) daripada “needs” (kebutuhan)
Selanjutnya adalah tentukan tujuan meminjam dana, jika dari hasil diagnosis dan upaya pemulihan mengarahkan pada solusi untuk menambal pendanaan dari meminjam (akses keuangan dari pihak atau lembaga lain) maka kita perlu merumuskan seberapa mendesak keperluan tersebut sehingga mengharuskan kita untuk meminjam.
“Jika memang tahapan kedua mengharuskan adanya pinjaman karena keterdesakan kebutuhan yang harus dibayarkan, maka kita harus melakukan cek atas kemampuan keuangan kita untuk membayar cicilan dari pihak pemberi dana pinjaman. Supaya ke depan kita bisa menghindari gali lubang tutup lubang yang sejatinya akan semakin menyulitkan diri kita sendiri,”jelasnya lagi.
Lebih lanjut lagi Arin menegaskan jika terpaksa harus meminjam pastikan bahwa pemberi pinjaman terpercaya atau tidak. Hal tersebut bisa dilakukan pengecekan melalui website OJK secara berkala melakukan update data pinjol resmi dan berijin OJK.
Hal lain yang harus dilakukan adalah mempertimbangkan ulang untuk meminjam,tahapan ini merupakan proses filter terakhir jika memang mengharuskan kita melakukan akses pembiayaan melalui pinjol, yakni mempertimbangkan ulang untuk meminjam ke pinjol dengan angka bunga, jatuh tempo hingga underlying asset yang sudah dipikir dan dipersiapkan dengan matang untuk mengantisipasi kondisi terburuk yang akan terjadi di kemudian hari.
Di akhir keterangannya ia juga berpesan pentingnya hidup sesuai kemampuan bukan kemauan. Ia menjelaskan hidup dengan sederhana bukan berarti jauh dari self award atau bahkan hidup pelit kepada sesama. Melainkan hidup yang dilaksanakan sesuai batas kemampuan finansial dan mengedepankan kebutuhan daripada keinginan yang berorientasi pada keseimbangan dan keberlanjutan hidup .
(0) Komentar