Ilustrasi gambar (pixabay)
Fakta usia muda lekat dengan generasi digital savvy mengakibatkan transformasi gaya hidup di era digital yang besar-besaran dalam keseharian. Perkembangan kehidupan ke depan membutuhkan kecakapan dalam dunia digital pada setiap sektor kehidupan, salah satunya sektor keuangan melalui layanan keuangan digital. Maka syarat lain yang harus dipenuhi oleh generasi millenial adalah kecakapan dalam literasi keuangan.
Arin Setyowati Pakar Ekonomi UM Surabaya menjelaskan minimnya literasi keuangan di Indonesia dibuktikan dari hasil survei OJK tahun 2016, tingkat literasi keuangan di Indonesia adalah 29,7% dimana angka tersebut masih di bawah negara ASEAN lainnya.
Beberapa penelitian telah menguji tingkat literasi keuangan pada anak muda (Das, 2017; de Bassa Scheresberg, 2013; Friedline dan West, 2016; Mottola, 2014) yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan millennial masih sangat rendah (24%) meskipun mereka tergolong financially active, misalnya dibuktikan dari kepemilikan kartu kredit.
Menurut Arin, tingkat literasi keuangan yang rendah dipicu karena industri keuangan semakin kompleks namun tidak diiringi dengan pemahaman konsep keuangan yang baik. Sehingga memberikan dampak pada kesulitan dalam pembuatan keputusan yang menguntungkan bagi kesejahteraan ekonominya (financial well-being), seperti terjebak pada hutang berlebih melalui pinjaman online (pinjol).
Selain itu juga, berdampak pada pengelolaan ekonomi yang buruk dan tidak efektif, sehingga rentan akan krisis keuangan dan kerugian akibat kejahatan (fraud) di sektor keuangan seperti yang sedang marak yakni penipuan investasi bodong yang digaungkan oleh para influencer millenial.
“Usia-usia generasi millenial lekat dengan karakter percaya diri, ekspresif, bersemangat dan terbuka pada tantangan. Kebanyakan berprinsip "kamu hidup sekali/you only live once" yang membuat gaya hidup serta biaya pergaulan mereka semakin meningkat,”jelas Arin Minggu (24/7/22)
Menurutnya generasi millennial juga terbiasa dengan barang yang selalu up to date, lebih mementingkan liburan untuk memenuhi keinginan swafoto di tempat yang indah dibandingkan memenuhi kebutuhan hidup utamanya, serta seringkali menghabiskan waktu di kafe mahal atau bahkan membeli baju hanya dengan pertimbangan brand/merk. Sehingga mereka sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Hasil survey financial fitness indeks yang dilansir oleh OCBC NISP hasil kerjasama dengan NielsenIQ diketahui bahwa generasi millennial hanya ada 16% yang memiliki dana darurat. 86% menyatakan rutin menyisihkan sebagian dari pendapatan untuk ditabung, 43% ternyata masih meminjam uang dalam waktu 1 tahun terakhir.
Menurut penjelasan Arin, hanya 3% yang memiliki produk investasi, meskipun belum banyak yang berinvestasi secara benar, misal fenomena ikutan tren investasi saham maupun nekat terjun ke crypto currency, namun masih menggunakan uang hasil utang.
“Artinya, data tersebut menunjukkan darurat kesehatan keuangan pada generasi millennial kita, sehingga perlu adanya financial check-up dan optimalisasi pemahaman keuangan yang baik, supaya tidak terbawa arus tren keuangan yang merugikan,”imbuhnya lagi.
Adapun beberapa faktor utama dalam upaya meningkatkan kesehatan keuangan generasi millennial, diantaranya; dengan membuat alokasi anggaran, membuat pencatatan sederhana pengeluaran, konsultasi dengan financial planner dan terus belajar pengaturan keuangan.
Generasi millennial perlu menentukan 3 hal berikut supaya bisa lebih fokus dalam merencanakan dan mengelola keuangan, pertama menentukan tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Kedua mengukur seberapa besar dana yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Ketiga membuat deadline untuk bisa memantau progress pengelolaan keuangan.
“Ketiga hal tersebut akan mengarahkan generasi millennial dalam pengelolaan keuangan berdasarkan skala prioritas,”tegasnya.
Arin menjelaskan tips yang bisa diterapkan dalam pengelolaan keuangan millennial sesuai skala prioritas, salah satunya melalui rumus 40-30-20-10 dalam keuangan. Dengan rincian sebagai berikut; 40% adalah anggaran untuk keperluan sehari-hari, 30% untuk kebutuhan utang, 20% untuk investasi dan tabungan, serta 10% untuk keperluan sosial maupun dana darurat.
Dana tabungan, investasi, asuransi kesehatan, dan jaminan pensiun merupakan empat hal wajib yang harus masuk ke dalam rencana keuangan jangka panjang. Karena harga barang dan kebutuhan yang semakin meningkat membuat empat hal tersebut menjadi penting untuk disiapkan sejak dini.
Yang tidak boleh dilupakan berikutnya dalah pos untuk dana darurat. Pos dana ini untuk hal-hal tidak terduga yang mungkin muncul di masa mendatang. Supaya tidak mengganggu pengelolaan keuangan yang sudah disusun.
“Rumus 40-30-20-10 dalam mengelolan keuangan akan berjalan optimal jika dibarengi dengan kedisiplinan untuk menjaga konsistensi gaya hidup hemat dan cerdas supaya hidup menjadi semakin berkualitas,”pungkasnya.
(0) Komentar