Tangkapan Layar Tik-Tok
Publik dihebohkan dengan viralnya video pertunangan bocah berusia 4 tahun di Madura Jawa Timur. Dalam sebuah unggahan video yang beredar di Twitter dan Instagram tersebut terekam seorang bocah perempuan dengan menggunakan make up bersalaman dengan sejumlah tamu undangan yang hadir, dalam video tersebut juga diperlihatkan cincin tunangannya.
Respon publik yang begitu ramai akhirnya membuat orang tua memberikan klarifikasi, dalam klarifikasi tersebut ia menjelaskan bahwa pertunangan tersebut merupakan bentuk komitmen dan tradisi. Sang anak akan dinikahkan kelak setelah lulus kuliah.
Holy Ichda Wahyuni Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UM Surabaya turut angkat bicara. Menurutnya kasus pertunangan di usia dini yang masih menjadi tradisi di Madura dapat berpotensi merugikan anak-anak. Khususnya merugikan perempuan.
“Tidak menutup kemungkinan jika pertunangan akan mendorong percepatan pernikahan, pasalnya pertunangan di usia dini maka praktis pernikahannya akan dilakukan di usia yang belum matang. Hal ini tentu dapat meningkatkan risiko angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga atau kesulitan mencapai impian mereka, karena dalam mindset mereka telah diberi tanggung jawab perkawinan dalam waktu yang cepat,”ujar Holy.
Holy menjelaskan, berdasarkan data yang dirilis Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP3A) Bangkalan sejak tahun 2022 angka pernikahan dini di Madura terus mengalami peningkatan, kenaikannya mencapai 1,71 persen setiap tahunnya.
Menurutnya, dari data tersebut seharusnya menjadi sebuah keprihatinan semua pihak. Karena dampaknya bukan saja dinilai merampas hak-hak dasar anak perempuan dan laki-laki untuk belajar, berkembang dan menjadi anak-anak seutuhnya, tetapi juga berpotensi membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak kekerasan bahkan menganggu psikologis.
“Tidak mustahil terjadi, anak perempuan yang seharusnya masih menghabiskan waktunya untuk bersekolah dan bermain, kemudian dinilai sudah pantas berumah tangga akhirnya ia kehilangan peluang karier dan menghambat pengembangan potensi ekonomi anak di masa depan,”imbuhnya lagi.
Holy peneliti dan pemerhati anak tersebut juga menjelaskan, bahwa survei UNICEF menunjukkan bahwa tradisi agama, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan ketidakamanan karena konflik adalah alasan utama tingginya jumlah perkawinan anak-anak di Indonesia.
Lebih lanjut lagi, Holy mengatakan meski pertunangan dini di Madura identik dengan pertalian sedarah atau untuk mempererat kekerabatan namun alangkah lebih baik tradisi ini dihindari ataupun dihilangkan. Sebab, lebih banyak menghadirkan dampak negatif daripada dampak positifnya.
“Untuk mendorong Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ideal, salah satu hal yang harus diperangi adalah tradisi-tradisi yang dianggap merugikan. Sehingga menurut saya pertunangan dini ini perlu dihilangkan, sebab lebih banyak dampak negatifnya dari pada dampak positifnya,”tegasnya.
Terakhir Holy mengatakan, bahwa dalam hal perlu kampanye yang masif dari semua pihak baik dari tokoh agama, pendidikan dan keluarga sangat diperlukan untuk mencegah ini.
(0) Komentar