Mengapa Pernikahan Di Bawah Umur Berbahaya? Ini Kata Pakar UM Surabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Mengapa Pernikahan Di Bawah Umur Berbahaya? Ini Kata Pakar UM Surabaya
Gambar Artikel Mengapa Pernikahan Di Bawah Umur Berbahaya? Ini Kata Pakar UM Surabaya
  • 14 Okt
  • 2024

I-Stockphoto

Mengapa Pernikahan Di Bawah Umur Berbahaya? Ini Kata Pakar UM Surabaya

Beberapa hari lalu media sosial dihebohkan dengan pernikahan di bawah umur yang dilakukan selebriti muda, sehingga hal tersebut memicu berbagai reaksi dari publik. Banyak warganet yang mengkritik keputusan keduanya untuk menikah di usia yang masih sangat muda.

Uswatun Hasanah Pakar Kesehatan Jiwa Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) mengatakan, pernikahan dini seharusnya tidak boleh dilakukan karena dapat mengganggu perkembangan biologis dan psikologis individu yang terlibat. Dari sudut pandang perkembangan biologis, individu yang menikah di usia muda sering kali belum sepenuhnya mencapai kematangan fisik dan hormonal. Sehingga berpotensi besar menyebabkan komplikasi kesehatan, seperti masalah pada kehamilan dan persalinan. 

“Hal ini terjadi karena organ reproduksi perempuan belum matang dan belum siap untuk mengalami proses kehamilan dan persalinan. Masalah kesehatan ini sangat rentan dialami oleh perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun,”ujar Uswatun Senin (14/10/24)

Ia menjelaskan, penelitian menunjukkan bahwa kehamilan pada usia muda berhubungan dengan risiko kelahiran prematur dan rendahnya berat badan bayi, yang dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan anak yang dilahirkan

“Terlepas dari masalah fisik dan biologis, dampak pada aspek psikologis juga tidak bisa diabaikan, pernikahan dini dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan pada kesehatan mental individu,”imbuhnya lagi. 

Menurutnya, remaja yang terpaksa atau dinikahkan  di usia dini sering kali mengalami stres, kecemasan, dan depresi akibat tekanan untuk memenuhi peran sebagai pasangan dan orang tua di usia yang sangat muda. Jika melihat dari tahap perkembangan remaja yg masih mencari identitas diri, pasangan usia dini tidak memiliki kemampuan adaptasi dalam menghadapi peran baru sebagai suami maupun istri, terlebih lagi peran sebagai orang tua maupun kepala keluarga yang harus mencari nafkah. 

“Sehingga dampaknya, terdapat tugas perkembangan yang tidak diselesaikan dan akan berdampak pada kebingungan identitas dan kebingungan peran,”tegasnya. 

Uswatun yang juga dosen di Fakultas Ilmu Kesehatan menjelaskan, studi menunjukkan bahwa mereka yang menikah dini cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dan kurang memiliki keterampilan sosial yang memadai, sehingga berkontribusi pada ketidakberdayaan ekonomi dan meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. 

“Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhan psikologis yang sehat dan menghambat pengembangan identitas diri yang positif,”pungkasnya.