ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Beberapa hari lalu ramai kejadian beberapa orang warga meninggal, akibat konsumsi daging sapi yang sudah jadi bangkai. Dikabarkan bahwa daging sapi yang dikonsumsi, sapi tersebut mati karena terinfeksi penyakit antraks.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya Firman menjelaskan, penyakit antraks adalah salah penyakit bakterial zoonosis, yang bersifat menular dari hewan pada manusia atau sebaliknya, yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Salah satu tanda akibat terinfeksi antraks adalah kulit melepuh berwarna kehitaman.
“Ketika hewan peliharaan seperti sapi terpapar oleh bakteri, jamur atau suatu penyakit menular, dan ketika sapi tersebut mati, bukan berarti penyakit pada sapi tersebut juga ikut mati, justru ketika dagingnya dikonsumsi, maka penyakit tersebut dapat menular ke tubuh kita,”ujar Firman Sabtu (8/7/23)
Firman mengatakan, daging sapi menjadi sumber protein yang sangat penting bagi tubuh, namun jika daging sapi diperoleh dari sapi yang sudah mati bukan karena disembelih, misal mati karena sakit, atau tanpa sebab yang pasti, maka daging tersebut disebut bangkai, dan makan bangkai sangat tidak boleh dan berbahaya.
Menurutnya, hewan yang mati bukan karena disembelih, menyebabkan darah tidak keluar, kemudian darah akan menggumpal memenuhi aliran darah dan otot pada hewan tersebut, akibatnya darah tersebut bisa menjadi media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat membahayakan ketika dagingnnya dikonsumsi.
Berbeda ketika hewan yang masih hidup disembelih, maka darah akan keluar secara sempurna, karena jantung yang memompa darah masih berfungsi dengan baik. Namun ketika sudah mati dan menjadi bangkai, walaupun dilakukan penyembelihan, darah tidak bisa keluar dengan sempurna karena jantung sudah berhenti.
“Disinilah kemudian mikroba (bakteri, kuman, jamur dan virus) berkembang sangat cepat, itulah mengapa bangkai akan cepat membusuk, dan tentu bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila daging yang sudah jadi bangkai dikonsumsi,”imbuh Firman lagi.
Sebuah hasil penelitian menjelaskan bahwa, mikroba yang ditemukan pada ayam segar, dengan cara disembelih yaitu sebesar 3,3 x 105 /CFU. Sedangkan pada ayam yang telah menjadi bangkai ditemukan mikroba mencapai 8,9 x 107 /CFU. Terlihat dari keduanya perbedaan jumlah mikroba yang sangat besar.
“Oleh karena itu hewan yang mati bukan karena disembelih, dapat dipastikan banyak mengandung mikroba. Dan bila dikonsumsi tidak saja dapat ditulari oleh penyakit yang sama seperti dialami oleh hewan tersebut, namun juga tubuh kita dapat mengalami penyakit yang lain,”katanya.
Firman menegaskan, Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menimpa masyarakat Gunungkidul, harus menjadi perhatian semua pihak, terutama masyarakat awam yang tinggal di pedasaan, agar mengambil pelajaran apa yang sudah terjadi, akibat kurangnya pengetahuan mereka, dan juga karena kebudayaan masyarakat yang tidak melarang.
(0) Komentar