Ilustrasi gambar (Shutterstock)
Beberapa minggu lalu masyarakat dihebohkan oleh pernikahan dini anak SMP yang terjadi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Diketahui keduanya masih berusia 15 tahun dan 16 tahun. Hal tersebut menarik perhatian Fulatul Anifah Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) untuk memberikan tanggapan.
Menurut Fula praktik perkawinan dini selain merusak masa depan anak dan merampas hak asasinya juga akan berdampak pada kesehatannya. Salah satu risikonya adalah kanker rahim dan stunting.
“Pertama adalah risiko masalah kesehatan karena harus hamil dan bersalin pada usia yang belum matang secara reproduksi, sehingga berisiko pada kecacatan pada anak, ibu meninggal saat melahirkan,”jelas Fula dalam keterangan tertulis Senin (13/6/22)
Menurutnya leher rahim seorang remaja perempuan masih sensitif jika dipaksakan untuk hamil dan berisiko mengalami kanker leher rahim di kemudian hari.
Fula menjelaskan usia reproduksi sehat bagi perempuan adalah diantara 20 – 30 tahun. Risiko menderita anemia selama masa kehamildan dan saat melahirkan juga dapat terjadi, sebab ketika pernikahan usia dini terjadi, mereka masih dalam usia remaja dimana pada usia ini adalah masa pertumbuhan yang memerlukan gizi lebih banyak sehingga apabila terjadi kehamilan maka akan terbagi penyerapan gizi pada ibu dan janin.
“Hal ini akan berisiko kurangnya gizi pada ibu yang berisiko muncul anemia dalam kehamilan serta kurangnya nutrisi ke janin yang nantinya akan dapat memicu munculnya masalah stunting,”imbuhnya lagi.
Fula menyebut masalah stunting ibarat seperti lingkaran siklus. Bahwa ibu yang stunting akan melahirkan anak stunting.
Di akhir keterangannya ia menegaskan pentingnya remaja mendapatkan informasi yang baik, agar tidak salah menentukan rencana masa depan baik dalam hal pendidikan, pernikahan, termasuk kesehatannya. Serta menjadi pelopor remaja sehat dana kan melahirkan generasi masa depan yang berkualitas.
(0) Komentar