I-Stockphoto
Kasus pornografi yang melibatkan anak terus bertambah. Dari data Simfoni PPA mencatat, kenaikan terus terjadi sejak 2019 lalu. Pada 2019, anak korban protitusi atau eksploitasi seksual komersial tercatat sebanyaj 106 anak. Lalu pada 2020 menjadi 133 anak. Pada 2021 jumlahnya naik menjadi 276 anak. Pada 2022 sempat turun menjadi 216 anak, tapi pada 2023 jumlahnya meningkat menjadi 260 anak korban.
Baru-baru ini tempo merilis pemberitaan aksi pelaku bernama Muhammad Shobur dari dalam penjara yang telah berjejaring hingga ke luar negeri untuk memproduksi video porno anak. Pengungkapan jaringan ini baru terbongkar akhir Februari 2024 sehingga kasus pornografi anak harus menjadi perhatian para orang tua.
Lantas apa yang harus dilakukan orang tua di tengah maraknya kasus pornografi pada anak?
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya Achmad Hidayatullah memberikan empat pesan penting kepada para orang tua, diantaranya:
Pertama, orang tua harus memulai percakapan dengan anaknya dengan suasana yang santai, artinya tidak dalam posisi tegang yakni untuk mendapatkan informasi.
“Tjuannya, bukan hanya semata-mata mendengarkan apa yang disampaikan oleh anak, tetapi memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan pikiran, perasaan anak sebelum memulai pembicaraan,”ujar Dayat Jumat (22/3/24)
Kedua, orang tua perlu mengajarkan anak dan mengingatkan tentang pentingnya privasi. Misal mulai dengan menyampaikan bahwa tidak semua gambar di dunia ini bagus untuknya. Anak diberikan penjelasan, beberapa gambar seperti pornografi tidak baik untuk mereka. Gambar pornografi adalah gambar orang yang menunjukkan bagian privasi dari tubuh mereka yang sebetulnya diciptakan oleh tuhan untuk privasi.
Privasi tersebut hanya boleh diperlihatkan pada orang tua, suami, istri itupun dengan persetujuan satu sama lain. Jadi yang pertama perlu dilakukan adalah memberi pemahaman pada anak soal privasi bagian tubuh.
Ketiga beri penjelasan soal adiksi. Sampaikan pada anak bahwa pornografi dapat menyakiti seseorang dalam berupa adiksi atau candu. Kecanduan atau adiksi ini terjadi ketika bahan kimia dalam otak kita menyebabkan seseorang terus ingin melakukan sesuatu berulang.
Jelaskan pada anak bahwa otak memiliki dua bagian, yaitu bagian berpikir dan perasaan. Otak bagian berpikir berfungsi mengetahui mana yang baik dan buruk. Orang tua juga dapat menjelaskan bahwa bagian dari otak perasaan kita adalah menciptakan perasaan yang membuat orang ingin bersama dan bertemu lagi dan lagi. Namun otak perasaan belum tentu bisa membedakan antara orang nyata dan gambar.
“Jadi melihat gambar pornografi, bisa membuat otak dan perasaan kita ingin melihat gambar itu berulang kali. Begitu hal ini mulai terjadi, akan sangat sulit untuk menghentikannya. Jadi cara terbaik untuk menghindarinya adalah dengan tidak melihat gambar-gambar itu sama sekali,”imbuhnya lagi.
(0) Komentar