Foto Tangkapan Layar Tik Tok (Humas)
Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau stasiun televisi menayangkan azan Maghrib dalam format teks terus menerus. Imbauan Kementerian Agama tersebut terkait dengan berlangsungnya kebaktian gereja yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Jakarta pada Kamis 5 September 2024.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya Thoat Stiawan mengatakan, menggantikan kumandang azan dengan running text di televisi, terutama saat sedang menyiarkan acara keagamaan besar seperti Misa Akbar, bukanlah sebuah masalah besar yang perlu diperdebatkan.
“Hal ini mengingat bahwa azan tetap dapat didengar oleh kaum Muslimin dari masjid-masjid seperti biasanya, sehingga kewajiban mengingatkan waktu salat tetap terpenuhi,”ujar Thoat.
Menurut Thoat, azan merupakan panggilan untuk menunaikan salat yang biasanya dikumandangkan secara langsung dan lantang. Jika azan disiarkan melalui running text saat misa atau acara keagamaan lain yang ditayangkan di televisi, hal ini masih bisa diterima selama panggilan azan tetap terdengar atau terlihat oleh umat Muslim, terutama jika hal tersebut dilakukan untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama.
“Yang terpenting adalah esensi dari azan sebagai pengingat waktu salat tetap tersampaikan kepada umat Muslim, baik itu melalui suara yang dikumandangkan dari masjid atau melalui media lain seperti running text di televisi. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam menyikapi situasi tertentu, selama tidak mengabaikan kewajiban beribadah,”tegas Thoat lagi.
Menurutnya, imbauan Kementerian Agama ini juga dapat dipahami sebagai bentuk fleksibilitas dan sikap saling menghormati di tengah masyarakat yang plural. Mengutamakan semangat persatuan dan kerukunan antarumat beragama adalah esensi dari tindakan ini, sehingga diharapkan tidak menjadi polemik yang memicu perpecahan.
Ini menunjukkan bahwa dalam konteks beragama, keseimbangan antara menghormati kewajiban ibadah dan mengakomodasi keragaman praktik agama lain dapat dicapai dengan bijaksana, juga bagian dari menjaga keharmonisan antarumat beragama di Indonesia.
Hal ini mencerminkan sensitivitas pemerintah terhadap keberagaman agama yang ada di Indonesia, di mana acara keagamaan yang berskala besar dari agama lain tetap dapat berlangsung tanpa mengabaikan kewajiban ibadah bagi umat Muslim.
Thoat mengatakan, langkah ini bisa dilihat sebagai bentuk inklusivitas dan penghargaan terhadap pluralisme agama, sekaligus menjaga agar tidak ada umat yang merasa terabaikan dalam menjalankan kewajiban ibadahnya.
“Ini juga menunjukkan bahwa Indonesia terus berusaha memelihara toleransi dan kerukunan antarumat beragama di tengah keberagaman yang ada,”pungkasnya.
(0) Komentar