Shutterstock
Surat edaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Dindik Jatim) yang melarang pelaksanaan wisuda di lingkungan SMA/SMK menuai beragam tanggapan.
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Elmi Tri Yuliandari, memberikan beberapa sorotan penting terkait kebijakan ini.
Salah satu poin penting yang diangkat adalah penggantian istilah ‘wisuda’ dengan ‘kelulusan’. Menurut Elmi, hal ini tepat mengingat prosesi wisuda yang sakral dan formal lebih identik dengan jenjang perguruan tinggi.
Melaksanakan wisuda sejak PAUD hingga SMA dinilai mengurangi makna dan kesan mendalam dari upacara tersebut.
“Karena sudah terlalu sering melaksanakan seremonial wisuda,” katanya, Jumat (14/3/2025).
Permasalahan lain yang disoroti adalah biaya wisuda yang memberatkan wali murid. Banyak sekolah yang menyelenggarakan wisuda di gedung mewah atau hotel berbintang, dengan siswa mengenakan pakaian formal dan rias wajah yang mahal.
Biaya ini, menurut Elmi, seharusnya dialokasikan untuk persiapan pendidikan selanjutnya di perguruan tinggi.
“Alangkah baiknya anggaran wisuda dialokasikan oleh orang tua untuk persiapan ke jenjang perguruan tinggi,” ujarnya.
Sebagai alternatif, Elmi menyarankan sekolah untuk mengadakan kegiatan yang lebih kreatif dan berkesan, seperti gebyar pentas seni atau acara perpisahan, tanpa membebani wali murid.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan dan sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar larangan ini, mengingat masih ada sekolah yang tetap melaksanakan wisuda dengan alasan kesepakatan bersama wali murid.
Lebih lanjut, Elmi berharap kebijakan ini diterapkan secara menyeluruh di semua jenjang pendidikan di Jawa Timur, termasuk PAUD, TK, dan SMP. Pemerintah kota/kabupaten diharapkan mengeluarkan kebijakan serupa untuk menciptakan keselarasan dan inovasi dalam merayakan kelulusan siswa.
Untuk diketahui, Dindik Jatim resmi menghapus upacara wisuda untuk seluruh siswa SMA dan SMK di Jatim. Keputusan ini tertuang dalam surat edaran nomor 000.1.5/1506/101.5/2025, yang ditandatangani pada 6 Maret 2025.
Kebijakan ini merespon keresahan masyarakat terkait biaya wisuda yang tinggi dan memberatkan orang tua siswa, terutama mereka yang kurang mampu. Kemudian, penggalangan dana untuk wisuda juga dilarang, kecuali donasi sukarela dari masyarakat yang tidak mengikat.
(0) Komentar