Heboh Soal Paris Fashion Week, Ini Kata Dosen UM Surabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Heboh Soal Paris Fashion Week, Ini Kata Dosen UM Surabaya
Gambar Artikel Heboh Soal Paris Fashion Week, Ini Kata Dosen UM Surabaya
  • 13 Mar
  • 2022

Paris Fashion Week 2022 (instagram/@parisfashionweek)

Heboh Soal Paris Fashion Week, Ini Kata Dosen UM Surabaya

Terkait fenomena para artis yang mengaku jika brand mereka mengikuti pergelaran Paris Fashion Week (PFW) 2022. Menarik perhatian Radius Setiyawan, Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya.

"Beberapa hari ini sosial media dibuat gaduh oleh beberapa brand dan artis yang mengaku tampil di PWF 2022, padahal brand lokal tersebut hanya tampil di Paris Fashion Show yang diselenggarakan oleh Gekraf, bukan PFW milik Fédération de la Haute Couture et de la Mode (FHCM). Fenomena go internasional masih menjadi obsesi banyak brand dan banyak artis di tanah air." ujar Radius pengajar mata kuliah Cross Culture Understanding (CCU) di UM Surabaya.

Dia juga menambahkan bahwa obsesi tersebut sebenarnya wajar. Tetapi akan jadi masalah jika hal tersebut dilakukan dengan melakukan disinformasi kepada publik. Disinformasi adalah informasi yang salah, dan orang yang menyebarkannya mengetahui bahwa hal tersebut adalah salah.

"Disinformasi masuk dalam kategorisasi hoax. secara definisi disebut kepalsuan yang sengaja dibuat-dibuat untuk menyamarkan sebagai kebenaran. Hal tersebut tentu hal yang tidak baik dan tentunya berisiko. Di tengah masyarakat melek media, harusnya para artis berhati-hati betul akan informasi yang di bagikan." Ujar Radius yang juga alumnus S2 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada.

Selain itu juga, Radius melihat obsesi go internasional sebagai sebuah fenomena lama. Imajinasi untuk berkarir di luar negeri dan menganggap Eropa atau Amerika adalah tempat yang lebih baik bisa bagian dari wacana kolonial.

"Dalam konteks Indonesia hal tersebut bukan sesuatu hal yang baru. Menjadikan barat sebagai standart keberhasilan dan ukuran kesuksesan. Di beberapa tayangan film atau hiburan di televisi banyak kita saksikan hal-hal tersebut. Sebagai sebuah semangat tidak masalah. Tetapi akan menjadi masalah ketika menempatkan segala sesuatu seolah lebih rendah dari yang di luar negeri." ujar Radius.

Radius menyebut fenomena di atas sebagai sindrom inferiority complex. Yakni adanya anggapan bahwa budaya asing beserta bangsanya lebih superior daripada kita.

"Sikap rendah diri, minder dan menganggap yang dari luar selalu lebih bagus, sehingga ukuran keberhasilan selalu dari luar adalah sebuah fenomena khas dunia bekas jajahan. Apalagi obsesi-obsesi tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat,"tandasnya.