Ilustrasi gambar (pexels)
Terlambat bicara atau speech delay dapat terjadi pada anak-anak disebabkan oleh beberapa faktor mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan jenis kelamin, keturunan atau genetik, dan fisik anak berupa malfungsi neurogis. Sementara, faktor eksternal lebih berkaitan dengan jarak kelahiran, sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan stimulasi oleh orang tua/pengasuh.
Sri Lestari Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya menyebut, untuk mengevaluasi anak dengan gangguan bicara, orang tua tidak boleh melakukan diagnosa sendiri dan perlu berkonsultasi pada ahli. Namun, keanehan atau red flag dalam perkembangan bahasa sejak anak usia bayi misalnya, tidak respon ketika dipanggi umur 6 bulan dapat menjadi skrining awal bagi orang tua.
“Apalagi jika dilihat data di Indonesia yang di rilis Kemenkes pada 2015, angka keterlambatan bicara pada anak di Indonesia termasuk tinggi berada pada angka 68%. Tentu saja penting bagi orang tua untuk memantau keterlambatan perkembangana anak karena kelalaian sekecil apapun dapat mengakibat berdampak pada afektif, kognitif maupun kemampuan bersosialisasi di kemudian hari,”ujar Tari Selasa (30/5/23)
Menurutnya, pada konteks faktor eksternal, stimulasi dari orang tua atau pengasuh mengambil peranan yang sangat penting. Berbagai hal perlu dilakukan orang tua untuk mencegah keterlambatan bicara pada anak.
Pertama, berikan perhatian dan ajak anak berkomunikasi dua arah. Komunikasi dua arah penting dilakukan oleh orang tua sejak anak masih bayi, bahkan masih dalam kandungan. Melakukan komunkasi dua arah berarti orang tua selalu merespon bubling atau ocehan anak dengan memandang mata mereka dan kata-kata.
“Dengan begitu bayi/anak-anak merasa diperhatikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perhatian yang ditujukan orang tua pada anak ketika berkomunikasi dengan mereka justru menjadi faktor yang signifikan berpengaruh pada perkembangan mereka,”tegas Tari lagi.
Kedua, hindari merespon anak dengan bahasa cadel. Merespon anak dengan bahasa cadel agar terlihat lucu dapat mengakibatkan gangguan fonologis anak dikemudian hari. Meskipun gangguan fonologis dapat terjadi karena pengaruh fisik, namun tidak menutup kemungkinan karena faktor interaksi orang tua.
“Seringkali orang tua berkomunikasi ke anak dengan menghilangkan bunyi atau mengganti bunyi. Misalnya “adek mau mimik cucu” [s] diganti [c] atau “ayo main utamen dengan Ayah” dengan penghilangan bunyi misal [r],”terangnya.
Ketiga, berikan screen time. Gadget maupun sejenisnya yang berbentuk tontonan jika diberikan secara berlebihan dapat menganggu perkembangan anak dan dalam tingkat yang parah dapat mempengaruhi keterampilan kognitif maupun bersosialisasi. Namun ironisnya, seringkali tontonan berupa Youtube digunakan untuk membuat anak agar diam bukan untuk edukasi. “Mengedukasi anak melalui tontonan artinya ikut mendampingi anak saat menonton, mengajaknya bernyanyi dan berkomunikasi saat menonton namun tetap dengan waktu screen time sewajarnya,”katanya.
Keempat, bacakan buku dan bermain bersama anak. Kegiatan membacakan buku tidak hanya dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak namun juga dapat meningkatkan daya kreatif dan imajinatif anak. Cara kreatif lain untuk menstimulasi anak dapat juga dilakukan dengan memberikan mainan. Anak dapat bermain sendiri maupun bersama orang tua. Tidak hanya berhubungan dengan perkembangan bahasa, bermain bersama juga dapat mempererat hubungan emosional antara orang tua dengan anak.
Kelima, perhatikan jarak lahir. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah jarak lahir. Semakin dekat jarak lahir, potensi perhatian orang tua pada anak akan berkurang dan ini dapat mempengaruhi juga perkembangan bahasa anak.
“Para ahli menemukan bahwa anak dengan jarak lahir kurang dari empat tahun berpotensi lebih tinggi mengalami keterlambatan bicara daripada anak yang diatur jarak kelahirannya,”pungkas Tari.
(0) Komentar