Ilustrasi gambar (freepik)
Permasalahan mengenai kedudukan riba dalam jual-beli maupun hutang-piutang sebenarnya tidak hanya dalam ajaran Islam saja. Tetapi agama di luar Islam seperti Yahudi dan Kristen juga mempunyai masalah dengan riba. Riba muncul tidak hanya pada masa pra Islam atau masa jahiliyah, namun riba telah menjadi persoalan yang serius jauh pada masa Yunani dan Romawi. Hanya saja di kalangan kedua dinasti tersebut riba menjadi pasang surut sesuai dengan keinginan penguasa pada waktu itu.
Sejak pra-Islam riba telah dikenal bahkan sering dilakukan dalam kegiatan perekonomian sehari-hari. Pada masa Nabi Muhammad SAW riba mulai dilarang dengan turunnya ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan larangan akan riba, ayat tersebut turun sesuai dengan masa dan periode turunnya ayat sampai ada ayat yang melarangnya secara tegas. Tetapi tidak hanya Islam saja yang melarang pengambilan riba, tetapi agama-agama samawi juga melarang dan mengutuk para pelaku riba.
Thoat Stiawan Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menjelaskan riba merupakan kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau moralitas.
“Allah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan mendzalimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan (unjustice),”ujarnya Jumat (1/7/22)
Menurutnya riba disamaartikan dengan rente yaitu pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, karena sama-sama mengandung bunga (interest) uang, maka hukumnya sama pula.
Thoat menjelaskan secara garis besar riba ada dua yaitu: riba akibat hutang piutang dan riba akibat jual beli. Kaum modernis memandang riba lebih menekankan kepada aspek moralitas, bukan pada aspek legal formalnya, tetapi mereka tidak membolehkan kegiatan pengambilan riba.
“Islam mengharamkan riba secara tegas dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi,”imbuhnya lagi.
Ia juga menegaskan dalam surat al-Baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak pula dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipatgandakan (ad'afan mudhaafan) uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya cenderung merugikan orang lain.
Dalam keterangannya ia menjelaskan beberapa hikmah mengapa Islam melarang riba salah satunya menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama lain. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat. Sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan silaturrahmi baik antar sesama manusia.
“Hikmah lain menjadikan kerja sebagai sebuah kemuliaan, karena pekerjaan tersebut sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan. Karena dengan bekerja seseorang dapat meningkatkan keterampilan dan semangat besar dalam hidupnya,”katanya.
(1) Komentar
Agus Brata
02 April 2024 04:09:42
Jazakumullah khayran katsiran