Benarkah Stunting Membuat Lamban Berpikir? Ini Penjelasan Dosen UM Surabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Benarkah Stunting Membuat Lamban Berpikir? Ini Penjelasan Dosen UM Surabaya
Gambar Artikel Benarkah Stunting Membuat Lamban Berpikir? Ini Penjelasan Dosen UM Surabaya
  • 05 Des
  • 2022

Ilustrasi gambar (Shutterstock)

Benarkah Stunting Membuat Lamban Berpikir? Ini Penjelasan Dosen UM Surabaya

Mempersiapkan generasi emas 2045 bukanlah hal mudah, karena stunting masih menjadi masalah gizi utama pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

Periode emas 1000 hari pertama kehidupan adalah masa sejak anak dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun. Pada periode emas, otak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yang mendukung seluruh proses tumbuh kembang anak dengan sempurna.

Ira Purnamasari Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya menjelaskan kekurangan gizi pada periode emas tidak dapat diperbaiki di masa kehidupan selanjutnya.

“Karena mengalami kekurangan gizi menahun, anak stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya,”jelas Ira Senin (5/12/22)

Menurutnya, konsekuensi dari stunting pada anak bersifat langsung dan jangka panjang, termasuk peningkatan morbiditas dan mortalitas, perkembangan anak yang buruk, peningkatan risiko infeksi dan penyakit tidak menular di masa dewasa, anak menjadi tidak cerdas dan sulit mengikuti pelajaran saat bersekolah karena pertumbuhan otak terhambat, yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas dan kemampuan ekonomi.

“Kemampuan berpikir anak stunting menjadi lambat jika dibandingkan dengan anak seusianya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh stunting terhadap perkembangan kognitif dan prestasi belajar anak,”imbuhnya lagi.

Ira menjelaskan, perkembangan kognitif merupakan aspek yang berfokus pada keterampilan berpikir anak termasuk belajar, pemecahan masalah, berpikir rasional, pemusatan perhatian, kreativitas, bahasa, dan kemampuan mengingat sesuatu yang akhirnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak di sekolah.

“Otak merupakan organ tubuh yang paling cepat mengalami kerusakan apabila anak mengalami masalah gizi. Otak merupakan pusat syaraf yang berpengaruh terhadap respon anak untuk melihat, mendengar, berpikir, dan melakukan gerakan,”katanya.

Defisiensi nutrisi pada anak dapat mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat (SSP), pengembangan struktur SSP dan sistem neurotransmitter. Defisiensi nutrisi menyebabkan jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan biokimia dalam otak.

Status gizi yang baik merupakan hal penting untuk perkembangan dan kematangan neuron otak. Anak yang mengalami stunting akan memiliki rasa ingin tahu yang lebih rendah dan kelemahan motorik karena terdapat gangguan pada proses pematangan neuron serta perubahan struktur dan fungsi otak.

Penelitian Sutiari dan Wulandari (2011) tentang hubungan status gizi lahir dengan pertumbuhan dan perkembangan anak menyatakan bahwa gangguan pemenuhan nutrisi yang terjadi sampai anak berusia 2 tahun dapat mengurangi sel otak sebanyak 15-20%.

Nilai IQ sebagai salah satu tanda perkembangan otak, dimana skor IQ pada anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak non stunting.

“Pendapat ini didukung oleh pernyataan UNICEF bahwa anak dengan kondisi stunting memiliki IQ 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak yang tidak mengalami stunting,”pungkas Ira.