Bagaimana Hukum Belanja Menggunakan Paylater? Ini Kata Dosen UM Surabaya

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Bagaimana Hukum Belanja Menggunakan Paylater? Ini Kata Dosen UM Surabaya
Gambar Artikel Bagaimana Hukum Belanja Menggunakan Paylater? Ini Kata Dosen UM Surabaya
  • 16 Mei
  • 2023

Ilustrasi Shopee Paylater (suara.com)

Bagaimana Hukum Belanja Menggunakan Paylater? Ini Kata Dosen UM Surabaya

Di tengah arus teknologi informasi yang lajunya semakin cepat, popularitas belanja online melalui e-commerce semakin meningkat. Dengan inovasi teknologi informasi di bidang keuangan atau financial technology (fintech) dalam proses memudahkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman. Salah satunya diversifikasi produk ke ranah pembiayaan kredit dalam transaksi online.

Fitur Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang sering dikenal dengan sebutan paylater. BNPL merupakan layanan yang memfasilitasi konsumen membayar suatu transaksi di kemudian hari, baik dengan sekali bayar maupun dengan cicilan. Metode ini tentu menjadi pilihan alternatif pembayaran yang menarik bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas.

Arin Setyowati Dosen Perbankan Syariah UM Surabaya menyebut, berbagai jenis e-commerce telah berkolaborasi fintech untuk pengajuan pinjaman melalui fitur Paylater diantaranya; Gopay, OVO dan berbagai perusahaan market place seperti Traveloka, Shopee, Kredivo dan sebagainya.

Arin menjelaskan, ragam periode cicilan dalam PayLater di salah satu e-commerce, seseorang bisa memilih cicilan mulai dari 3 kali, 6 kali dan 12 kali. Biaya penanganannya 1% per transaksi, suku bunganya sekecil-kecilnya 2,95% dari jumlah total pembayaran. Adapun biaya keterlambatan pembayarannya 5% per bulan dari seluruh total tagihan yang telah jatuh tempo.

Arin memaparkan, riset yang dilakukan Kredivo dan Katadata pada Juni 2022 menunjukkan bahwa alasan pengguna memilih paylater sebagai metode pembayaran transaksi online adalah fleksibilitas (56%), kemudahan akses dalam mendapatkan kredit (55%), dan aman karena terintegrasi dengan e-commerce yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK (51%).

Fasilitas PayLater ini diatur dalam pasal 1 No.3 Peraturan (PJOK) No: 77/POJK.1/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Didukung dengan syarat dan ketentuan lain yang berlaku, misal terkait sanksi jika user belum memenuhi atau membayar tagihan, maka akun e-commerce nya dapat dibekukan dan pengguna tidak dapat melakukan pembelian menggunakan fitur PayLater lagi.

Selain itu, keterlambatan pembayaran dapat mempengaruhi peringkat kredit seseorang di SLIK OJK (Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan) dan akan dilaksanakan penagihan lapangan.

“Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Nomor 04 tahun 2022 tentang transaksi digital dengan system PayLater memutuskan bahwa Sistem paylater dengan menggunakan akad qard atau hutang piutang yang di dalamnya ada ketentuan bunga hukumnya haram dan akadnya tidak sah, karena termasuk riba,”ujar Arin Selasa (16/5/23)

Namun, jika di dalamnya tidak ada ketentuan bunga, hanya administrasi yang rasional, hukumnya boleh.

Sedangkan sistem Paylater yang menggunakan akad jual beli langsung kepada penyedia Paylater yang dibayarkan secara kredit hukumnya boleh, walaupun dengan harga yang relatif lebih mahal dibanding dengan harga tunai. Serta bertransaksi dengan pengguna Paylater diperbolehkan selama tidak diketahui secara jelas bahwa akad antara pengguna dengan pihak penyedia Paylater tersebut adalah akad yang diharamkan.

Arin juga menambahkan, adapun menurut pandangan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada penggunan PayLater ini termasuk ke dalam pasal yang berhubungan dengan akad qardh sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 36 dan pasal-pasal yang terkait dengan akad qard diantaranya pada pasal 606, pasal 607, pasal 608, pasal 609 dan pasal 611 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Fitur PayLater dikatakan riba ketika adanya unsur ziyadah atau tambahan yang disyaratkan di muka oleh pihak penerbit PayLater kepada konsumennya. Termasuk dalam jenis riba utang yang diharamkan.

“Jika dalam fitur PayLater membebankan biaya tambahan maka bukan termasuk riba. Asalkan biaya tambahan tersebut dihitung sebagai jasa atau ijarah,”pungkas Arin