Akademisi: Pencegahan Bahaya Judi Online Belum Menyentuh Level Bawah

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Akademisi: Pencegahan Bahaya Judi Online Belum Menyentuh Level Bawah
Gambar Artikel Akademisi: Pencegahan Bahaya Judi Online Belum Menyentuh Level Bawah
  • 13 Nov
  • 2024

Istimewa

Akademisi: Pencegahan Bahaya Judi Online Belum Menyentuh Level Bawah

Akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat mayoritas pemain judi online di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpengahasilan rendah.

 
Radius menilai pencegahan judi online yang dilakukan pemerintah masih belum komprehensif, artinya belum menyasar kelas masyarakat bawah sehingga nyaris tak menyentuh akar masalah.


“Usaha pencengahan belum menyentuh hingga di level RT/ RW. Pembahasan soal judi online harus lebih aplikatif dan nyata. Hal tersebut penting karena memang persoalan judi online itu nyata di masyarakat,”kata Radius Rabu (13/11/24)


Kata Radius, RT/RW sebagai unit terkecil dalam struktur pemerintahan bisa lebih cepat mendeteksi adanya kasus-kasus ini dan memberikan intervensi sebelum masalah semakin meluas.


Di level RT/RW, masyarakat lebih dekat dengan satu sama lain, sehingga memungkinkan adanya komunikasi dan interaksi yang lebih personal. Hal ini memudahkan deteksi dini terhadap perilaku-perilaku yang berisiko, seperti kecanduan judi, sehingga bisa langsung diberikan edukasi dan solusi. 


“Program pencegahan bisa lebih efektif jika dilakukan dalam skala kecil dan melibatkan partisipasi aktif warga,”tegas Radius lagi. 


Kata Radius, orang yang hidup dalam kondisi miskin sering kali merasa terdesak untuk mengubah keadaan mereka dengan cepat. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, atau pendidikan, dapat membuat mereka mencari solusi instan, salah satunya adalah berjudi untuk mendapatkan uang dengan cepat. 


Lebih lanjut lagi, kata Radius, orang yang berasal dari keluarga miskin mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan keuangan atau literasi digital. Mereka bisa kurang memahami risiko finansial yang terkait dengan perjudian.


“Kurangnya pengetahuan ini membuat mereka lebih mudah terjerat dalam jebakan yang ditawarkan oleh situs judi online,”katanya. 


Ia menjelaskan, beberapa orang yang hidup dalam ketidakpastian finansial merasa tidak memiliki banyak pilihan untuk memperbaiki situasi mereka. Mereka terjebak dalam pola pikir bahwa judi adalah satu-satunya cara untuk keluar dari kemiskinan, meskipun pada kenyataannya judi justru berisiko menambah beban finansial mereka.


Radius menegaskan, pemberantasan judi online, terutama yang menyasar masyarakat miskin, memerlukan pendekatan yang holistik dan multi-sektoral, di mana pemerintah memiliki peran yang sangat penting. 


“Selain menyentuh level bawah seperti RT/RW peran pemerintah dalam hal ini bisa dibagi dalam beberapa dimensi, yang melibatkan kebijakan, regulasi, edukasi, serta perlindungan sosial dan ekonomi seperti peningkatan regulasi dan penegakan hukum,”katanya. 


Radius juga mencontohkan, terutama yang berfokus pada masyarakat rentan, karena sejauh ini ada, tapi belum masif.  Kampanye ini bisa dilakukan melalui media sosial, televisi, radio, dan kegiatan di tingkat komunitas. 


Terakhir, Radius menegaskan pemerintah harus memainkan peran utama dalam menanggulangi masalah ini melalui kebijakan yang melibatkan banyak sektor.


“Ini persoalan serius, jika sedikit saja abai tentu akan memperpanjang tingginya kriminalitas dan persolalan-persoalan lain, pasalnya mereka bisa beralih ke tindakan kriminal untuk menutupi kerugian mereka, seperti mencuri, penipuan, atau tindakan ilegal lainnya,”pungkasnya.