70 Persen Air Minum Indonesia Terkontaminsi Tinja, Dosen UM Surbaya Sarankan Hal Ini

  • Beranda -
  • Artikel -
  • 70 Persen Air Minum Indonesia Terkontaminsi Tinja, Dosen UM Surbaya Sarankan Hal Ini
Gambar Artikel 70 Persen Air Minum Indonesia Terkontaminsi Tinja, Dosen UM Surbaya Sarankan Hal Ini
  • 27 Okt
  • 2022

Ilustrasi gambar (Shutterstock)

70 Persen Air Minum Indonesia Terkontaminsi Tinja, Dosen UM Surbaya Sarankan Hal Ini

Pencemaran air menjadi salah satu masalah di negara Indonesia dan sulit untuk dikendalikan. Terjadinya pencemaran air bisa membuat kualitas air menurun. Air merupakan sumberdaya alam terbesar yang tidak bisa diperbarui. Oleh sebab itu kasus pencemaran air ini menjadi salah satu masalah serius karena bisa berdampak bagi kesehatan lingkungan dan manusia.

Menurut data BAPPENAS tahun 2018 menyebutkan bahwa kasus pencemaran air perkotaan di Jakarta mencapai 96%, dan masuk dalam kategori tercemar berat.

Vella Rohmayani Dosen Teknologi Laboratorium Medis (TLM) UM Surabaya menyebut terjadinya pencemaran di Indonesia sebagian besar bersumber dari limbah rumah tangga, seperti feses manusia maupun hewan peliharaan, limbah air bekas cucian, dan lain seterusnya.

Menurutnya, berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa sebanyak 2 miliar orang telah mengkonsumsi air minum yang terindikasi sudah terkontaminasi oleh feses atau tinja.

Vella menegaskan, air yang sudah terkontaminasi oleh feses manusia memiliki kadar kuman maupun pathogen yang tinggi atau di luar batas kadar normal. Salah satu jenis kuman yang dijadikan sebagai indikator terjadnya pencemaran air adalah bakteri E. coli.

“Kasus pencemaran air dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit infeksi yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Adapun jenis penyakit akibat pencemaran air adalah diare, disentri , tifus, kolera dan penyakit infektif lainnya,”tegas Vella Kamis (27/10/22)

Menurutnya lingkungan perairan yang kumuh juga bisa menjadi habitat yang baik bagi berbagai hewan yang berperan sebagai vector penular penyakit, seperti nyamuk, lalat, kecoa. Sehingga semakin tinggi kasus pencemaran air sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah vector penular penyakit.

Vella menambahkan, kasus kontaminasi air di Indonesia bukan hanya terjadi pada perairan sungai saja, namun juga terjadi pada air tanah. Diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia memilih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih karena dinilai lebih praktis.

Kontaminasi pada air tanah dapat bersumber dari proses perembesan maupun kontaminasi dari saptik tank, tempat pembuangan limbah, kotoran hewan ternak, saluran irigasi dan sungai. Sehingga perencanaan sarana pembuangan feses dan limbah rumah tangga dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan titik lokasi pembuatan air sumur.

“Permasalahan pencemaran air, diakibatkan oleh sanitasi yang belum memenuhi standart, khususnya sanitasi pembuangan feses dan limbah rumah tangga. Selain itu juga bisa diakibatkan karena masih banyak masyarakat yang buang air besar maupun air kecil di tempat badan air,”imbuh Vella.

Menurutnya, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebutuhan air bersih adalah dengan beralih menggunakan air yang bersumber dari jaringan perpipaan bukan lagi menggunakan air tanah yang memang sangat rentan terkontaminasi oleh feses maupun limbah rumah tangga.

“Selain itu perlu dilakukan upaya penyadaran masyarakat agar tidak lagi membuang limbah rumah tangga ke badan air, serta tidak mengkonsumsi air mentah secara langsung. Jadi sebelum dikonsumsi sebaiknya air harus dimasak terlebih dahulu,”pungkas Vella.